selamat datang

Budaya, Fisik, Sosial, Inspiratif & Inovatif

Sabtu, 19 Januari 2013

KONSTITUEN WARISAN DIBALIK GLAMOUR EKSEKUTIF MAHASISWA YANG MELUMPUHKAN HEGEMONI LEGISLATIF MAHASISWA DAN CERMIN BURUK POLITIK KAMPUS


      Apa itu Konstituen Warisan
Pernah dengar apa itu konstituen? Yah kita sebagai mahasiswa pasti pernah mendengar kata itu, konstituen merupakan perwakilan atau dengan kata lain orang yang mewakil elite politik sebagai pendukung atas berdirinya sebuah kedaulatan. Konstituen biasa disandingkan dengan kata politik dan bisa pula berdiri dalam bahasan discipline ilmu politik, dalam dunia kampus pun tidak jarang kata konstituen itu ada dan digunakan, namun yang tidak lazim adalah ketika kata konstituen itu disandingkan dengan kata warisan yang secara harfiah bahwa warisan itu adalah turunan baik itu harta, ideology maupun agama, sesuatu yang diwariskan bukanlah hal yang baik dan akan berlaku dikemudian hari sebab, sesuatu yang diiwariskan tidak selalu dinamis denagn perubahan zaman dan akan terevolusi dan terkikis menjadi wajah-wajah pucat dimasa depan.
Konstituen warisan merupakan sebuah ungkapan politik kampus, pemira yang seharusnya menjadi labor praktikum politik di masyarakat nantinya menjadi sepi dan tanpa partisipasi aktif dari mahasiswa. Konstituen warisan ini merupakan sebuah kewajiban bagi mahasiswa untuk memperoleh dukungan bagi siapa saja yang ingin mencalonkan dirinya menjadi ketua eksekutif mahasiswa di kampus baik tingkat prodi, fakultas maupun universitas yang biasa disebut Presiden Mahasiswa. Namun ajang ini tujuan dasarnya bukan hanya sebatas sakralitas prasyarat menjadi seorang pemimpin kampus namun lebih dari itu ini adalah ajang untuk menarik minat aktif mahasiswa yang dikenal dengan hedonismenya agar ikut dalam partisipasi politik kampus,  namun dengan adanya konstituen warisan ini politik kampus menjadi mati suri, Karena konstituen yang harusnya mereka dapatkan dari mahasiswa lain secara aktif tidak djalankan dan mereka mendapatkan dukungan itu bedasarkan senioritas tanpa ada persetujuan langsung dari mahasiswa bersangkutan yang dijadikan konstituen tersebut.
Dalam negara demokrasi rakyat lah yang berkuasa. Ketika rakyat merasa bukan lagi pemilik kekuasaan akan tetapi kekuasaan sudah menjadi rebutan partai politik dengan wakil di parlemen, terminologi RAKYAT KUASA ini muncul. Ketidak percayaan rakyat terhadap birokrasi yang berpihak pada rakyat dan hilangnya amanah bagi wakil rakyat yang ditunjuk partai politik untuk menduduki kursi parlemen. Ketidak percayaan pada kuasa yang hilang dikungkungi partai politik. Rakyat berserikat kembali dengan persamaan asumsi dan persepsi membentuk image mengenai hilangnya kuasa rakyat atas negara. Dan terminologi yang dilemparkan adalah cermin terbalik dari kenyataan, yakni 'Rakyat Kuasa'.
Begitu cermin wajah legislasi mahasiswa tidak berbeda dengan cermin pemerintahan bangsa Indonesia. Mandat yang semakin mudah dipelintir karena nafsu atas kuasa. Mahasiswa sebagai warga kampus  memberikan mandat bukan berarti kemudian nafsu mendapatkan konstituen. Konstituen memilih karena percaya. Untuk membuat mahasiswa lain percaya, organisasi kampus membuka pintu aspirasi bagi mahasiswa. mahasiswa akan melihat sejauh mana aspirasi mereka berjalan sampai di tingkat kekuasaan. Jika ternyata gerak aspirasi tadi berubah arah, maka mahasiswa akan mengambil hak atas kuasa yang dimandatkan di eksekutif kampus tersebut..

·         Apa itu eksekutif mahasiswa
Eksekutif mahasiswa merupakan sebuah organisasi pelaksana program nyata dalam sebuah lembaga kampus yang biasa disebut dengan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) adalah organisasi mahasiswa intra kampus yang merupakan lembaga eksekutif di tingkat universitas atau institut. Dalam melaksanakan program-programnya, umumnya BEM memiliki beberapa departemen., organisasi ini adalah tempat bagi mahasiswa untuk berpolitik dan berkreasi ide gagasan dalam tumpukan program kerja yang kemudian mampu mewadahi hasrat seluruh mahasiswa dikampus agar menjadi satu integritas persaudaraan yang biasa disebut Brotherhood dalam dunia kampus. Fungsi dasar BEM adalah sebagai wahana untuk membangun karakter kepemimpinan bagi mahasiswa, BEM ini adalah rumah bagi institusi terkait dan harusnya memiliki integritas bukan menyanjung “klan” dalam pembentukan cabinet dan kebijakkannya, programnya adalah suara mahasiswa sebagai patokan dan menghubungkan antar kepentingan civitas akademik, bukan lembaga hore dan eksistensi semata. Dalam sebuah pemira selalu menjadi acuan utama untuk menjadi seorang ketua BEM, bahkan menghalalkan segala cara untuk dapat meraihnya tidak ubahnya seperti pemilu yang menang berteriak senang yang kalah terdiam putus asa. Itu cerminan galomurisasi eksekutif mahasiswa dalam dunia kampus.
·         Apa itu legislative mahasiswa
badan legislatif adalah badan yang bertugas untuk menyusun kebijakan untuk dilaksanakan nantinya. Dalam konsep demokrasi, badan legislatif identik dengan badan perwakilan. Artinya, badan legislatif sebagai badan pengemban kedaulatan atau badan yang menjalankan kedaulatan yang bertugas untuk membentuk kebijakan yang mencerminkan dari keinginan mahasiswa. Jadi, kebijakan tersebut nantinya bukanlah dari suatu pihak atau golongan semata. Untuk itu, badan legislatif mahasiswa haruslah mencerminkan representasi dari mahasiswa – mahasiswa yang ada. Badan legislatif mahasiswa beranggotakan wakil – wakil mahasiswa yang dipilih melalui Pemilu atau mekanisme tertentu. Wakil mahasiswa tersebut haruslah mewakili dari golongan tertentu. Seorang wakil mahasiswa mengemban amanat untuk menampung dan menyalurkan aspirasi mahasiswa untuk menjadi suatu kebijakan ( legislator ).
Maka dari itu, wakil mahasiswa dituntut untuk dapat sensitif dalam mendengarkan keluhan mahasiswa serta aktif dalam menuangkan pemikiran untuk menyusun suatu kebijakan yang akan diberlakukan dalam lingkungan mahasiswa. Dalam praktik sehari – hari, seorang wakil mahasiswa dituntut untuk mampu turun kebawah untuk menampung aspirasi mahasiswa sebesar – besarnya dan menuangkannya dalam suatu forum kerja yang berupa rapat – rapat serta Sidang Umum. Sangat ironis apabila seorang wakil mahasiswa ketika menjalankan tugasnya bersikap pasif alias diam dan cenderung acuh tak acuh tanpa memberikan suatu kontribusi yang berarti bagi penyelenggaraan kehidupan kemahasiswaan.
Secara keseluruhan, badan legislatif mahasiswa dituntut harus mampu menuangkan terobosan – terobosan yang bersifat inovatif dalam hal kebijakan – kebijakan sehingga fungsi legislatif tersebut benar – benar berjalan secara optimal. Disamping itu, badan legislatif mahasiswa juga dituntut untuk aktif mengawasi pelaksanaan dan mengevaluasi dari praktik – praktik penyelenggaraan sistem tersebut. Praktik – praktik penyelenggaraan dapat berupa kebijakan – kebijakan atau proses yang terjadi di dalam sistem tersebut. Hal ini bertujuan agar terjadi kontrol dan keseimbangan ( check and balances ) sehingga menghindarkan penumpukan kekuasaan yang berdampak pada absolutisme. Untuk itu, disinilah dituntut peran serta dari seluruh wakil mahasiswa yang duduk di badan legislatif mahasiswa untuk menjalankan fungsi dari badan tersebut secara menyeluruh.
·         Korelasi ketiganya dalam dunia kampus
Dalam sebuah demokrasi yang terus diusung dan disanjung dalam kehidupan kampus konstituen merupakan elemen terpenting yang harus ada dan dengan adanya elemen itu maka akan dapat berdiri elemen lain seperti BEM dan DPM atau eksekutif dan legislative mahasiswa, konstituen sebagai perwakilan dari mahasiswa seharusnya berada dalam satu garis linear aktif dengan glamour politik kampus pemira sehingga  pendidikkan karakter kepemimpinan akan terbentuk dalam diri amhasiswa. Dengan adanya konstituen warisan ini akan menjadikan wajah legislative mahasiswa seperti bermuka dua galomur dan mati rasa, satu fenomena tragis ketika mati rasa dalam dunia politik telah berkembang segar dalam dunia kampus yang jelas menjadi ujung tombak pergerakan menuju perubahan yang progressive bukan menciptakan masyarakat apatis tak peduli poltik. Wajah legislative mahasiswa sudah seperti pucat pasi yang dikomposisi menjadi sebuah mainan kelas dua dalam politik kampus  karena tenggelam dalam glamourisme eksekutif mahasiswa. Kesalahan system yang ada seharunya dapat menjadi korelasi yang tepat dengan buruknya antara politik kampus dan politik kebangsaan, cerminan buruknya politik bangsa Indonesia terlihat dari wajah legislasi mahasiswa.

·         Solusi atas hadirnya konstituen warisan dan menumbuhkan partisipasi aktif politik mahasiswa
Membunuh politik kampus berarti membunuh politik bangsa, kebebasan ada dimana-mana dan milik siapa saja, namun setiap kebebasan adalah satu hal yang dibatasi dan tiak ada kebebasan yang sebebas bebasnya karena akan menjadi bebas yang kebablasan nantinya.
Euphoria politik harus timbulkan kembali dalam wajah-wajah politik kampus mahasiswa melalui pendidikkan aktif politik dalam ajang pemira salah satunya atau musma (musyawarah Mahasiswa).
Konstituen warisan yang merebak harus segera dihapuskan dan ditumbuhkan generasi baru denga konsep literasi politik  buka hanya menjunjung idealism namun satu fakta riil lapangan. ADART yang dibuat oleh legislative mahasiswa dalam MUSMA harus menjadi patokan perubahan dengan amandemen dan revisi pembaruan, dengan menegaskan syarat menajdi pemimpin Kampus baik hima, BEM fakultas maupun BEM universitas, dengan ketentuan dan pemaparan tujuan yang jelas untuk apa pengumpulan konstituen itu dilakukan yang dibuktikan dengan pengumpulan KRS mahasiswa maupun KTM, agar proses ini menjadi ajang perkenalan politik yang matang bagi calon untuk memperkenalkan politik kampus pada mahasiswa lain yang mereka anggap konstituen,  dan jika konstituen itu tidak ada itu berarti literasi politik yang dijalankan sebuah kampus adalah proses kegagalan dan menuju kematian politik kampus. Akar dari sebuah kematian politik kampus adalah konstituen warisan yang walaupun secara tidak langsung hal itu akan dapat menutup forum yang ada, jika suara yang masuk dalam TPS hanya sebatas 1/3 dari mahasiswa pemilih yang ada, makan seharusnya proses demokrasi kampus diperbaiki atau dihentikan dan diganti dengan system musyawarah. Musyawarah adalah satu konsep yang tepat untuk manaikan pamor politik kampus dalam kategori wajah legislastif yang mati, orang berilmu dan bijak dari kalangan perwakilan mahasiswa dapat menjadi forum dan menetukan jajak pendapat berdasarkan mufakat yang dibentuk bukan atas dasar kepentingan sebagian golongan namun terkait mewakili semua bagian kalangan mahasiswa agar tidak terkesan berdirinya sebuah perjuangan kepentingan dan harus emngorbankan kepentingan lainnya.
Dalam konsep musyawarah bukan hanya mengumpulkan suara kareana suara itu umum, kambing pun bisa bersuara, jadi suara yang dimaksud adalah suara yang tidak bias ditengah ombak pasir politik kampus, dan dijadikan sebuah pertimbangan mufakat, karena seperti kita tahu bahwa demokrasi itu sudah seperti sulap bisa merubah mangga menjadi apel tanpa tahu dari mana asalnya, karena konsep dasarnya seperti yang bung karno katakana bahwa demokrasi itu berasal dari kata sing gede di mok-mok sing cilik dikrasi, yang artinya mendukung konstituen terbesar dan menenggelamkan yang kecil dalam kepentingan. Wajah legislasi mahasiswa harus dapat meubah system ini menjadi mufakat yang etika dasarnya musyawarah yang berdemokras bukan demorasi musyawarah, karena akan memucat pasikan peran fungsi legislasi sendiri. Besiap menyambut hari esook dengan kembali pada musyawarah mufakat adalah hal terbaik dibanding mempertahankan ego demokrasi yang terus menjadi buruk, karena sejak kapan kita menggunakan Demokrasu jika dalam pancasila saja sebagai ideology tidak pernah disebutkan ada kata demokrasi yang ada musyawarah mufakat dalam sila ke-empat “kerakyatan yang dipimpin oleh khikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.

Minggu, 02 Desember 2012

Demokah Tujuan Akhirmu?

Demokah Tujuan Akhirmu?




“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’
bunyi pasal 28 E UUD 1945, tentang gambaran kebebasn berpikir yang menjadi landasan bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi.
Kenapa sebagai seorang mahasiswa kita harus mengkritik pemerintahan melalui demo??
Sudah tidak adakah jalan lain untuk meneriakkan aspirasi?
Dimanakah kita meletakkan nilai moral yang membedakan kita dengan pemerintah? Karena Kita adalah komunitas yang selalu memegang teguh nilai moral diatas kekuasaan,
Apa yang kita dapat dari penurunan rezim dengan demonstrasi itu? Apakah tercipta satu hal yang lebih baik?
Apakah kita seorang politisi apakah sekumpulan mahasiswa?
Belajar politik dalam sebuah komunitas kecil dan diterapkan dalam lingkaran setan pemerintahan, apakah sebuah tindakkan benar ketika kita ikut hanyut dalam pemerintahan tersebut?
Membentuk organisasi dan menjadikannya seperti sebuah partai politik, apakah ini bukan hal yang menyamakan diri dengan mencontoh pemerintahan yang saling sikut untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan?
Lalu bedanya apa dinegara bermain lumpur, di kampus pun lumpur dibawa masuk dengan menjadikan kampus sebagai miniatur negara?
Renungan Diri
Kadang terpikir dalam benakku tentang pertanyaan-pertanyaan ini, apakah yang aku lakukan adalah hal yang salah, yang aku inginkan adalah aku memiliki independensi berpikir, yang tidak perlu orang lain merasa dirugikan dengan pemikiran ku, kita yang sama-sama berjuang saat memiliki label mahasiswa untuk menentang kebijakkan pemerintahan, namun tujuan akhir pendidikkannya adalah menjadi PNS, apakah itu bukan berarti kitapun mencari hidup dari sebuah kesalahan, lalu apa gunanya berteriak kalau akhirnya hanyut juga dalam arus pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan dicetuskan pada 17 Agustus 1945 silam, Bangsa Indonesia belum bisa merasakan keutuhan kemerdekaan secara esensi dan substansinya. Keadaan yang menimpa bangsa Indonesia sekarang ini tak ubahnya mengingatkan kepada sebuah peringatan yang pernah dikatakan oleh Soekarno, “ hari ini terasa mudah karena melawan penjajah dari bangsa lain, tapi esok akan terasa sulit karena akan melawan penjajah dari bangsa sendiri”. Penjajah yang menanamkan kakinya dan mengepakkan sayapnya melalui mesin politik dan diskriminasi hukum, dicapai dengan alat undi Pemilu.
Sejarah perjuangan bangsa
Tidak banyak mahasiswa yang paham akan makna sejarah perjuangan bangsa, tidak banyak mahasiswa yang peduli akan besarnya nilai sejarah dalam bangsa Indonesia ini, pada masa lampau perjuangan bangsa Indonesia menggunakan alat yaitu organisasi, dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada 20 mei 1908, dan kemudian berdiri banyak organisasi yang bersifat kedaerahan, hingga tercetusnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, dengan adanya sumpah pemuda ini, kita telah mengakui bangsa, bahasa, dan tanah air kita sebagai yang satu dan akan tetap kita junjung sampai kita menitikan titik darah terakhir, dan akan berada pada barisan terdepan ketika bangsa ini direndahkan oleh bangsa lain.
Para pemuda itu yang memberikan semangat yang membara dalam perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan, yang menjadi jembatan emas mencapai kesejahteraan, kemerdekaan bukan sebuah finis perjuangan kita, tapi sebuah jembatn untuk mencapai bangsa yang berdaulat dan mandiri dengan faham yang berlandaskan pada azas Pancasila.
Setelah bangsa Indonesia merdeka, alat yang digunakan bukan lagi organisasi namun sebuah negara, yang akan menjadi rumah bagi semua penghuninya, dan rumah itu yang akan dijadikan alat untuk berkoar dalam tataran internasional dan menyediakan kesejahteraan pada masyarakatnya sesuai cita-cita bangsa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila” . para pejuang proklamasi pada masa itu berjuang untuk menciptakan sebuah faham atau ideologi yang sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia, hingga terbentuklah Pancasila sebagai landasan bangas Indonesia, yang diambil dari unsur-unsur nilai budaya, etnik, ras, agama dan norma yang berlaku di Indonesia yang beraneka ragam dengan slogan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Dengan adanya sebuah peristiwa seperti ini, hal ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah menggunakan satu ideologi yang benar-benar utuh dari nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri, jadi apa yang dijadikan landasan kebijakkan negara seharusnya adalah kebijakkan yang sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, dan tetap berhaluan pada kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, dengan prinsip ekonomi kerakyatan, politik yang berlandaskan Demokrasi pancasila, hukum yang sesuai dengan nilai norma yang telah dilegitimasi dalam pancasila dan menjadi KUHP, dan kehidupan sosial yang mengintegrasikan persatuan dan kesatuan, dengan prinsip agama ketuhanan yang maha esa.
Dalam praktiknya, jalannya pemerintahan tidak sejalan dengan azas ideologi Pancasila tersebut, dengan kata lain banyak kesemerawutan yang terjadi, landasan yang telah ada menjadi benang basah yang kusut dan terus diacak-acak dan coba diberdirikan oleh mesin pemerintahan yang mengatasnamakan Demokrasi, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi yang telah jauh diambang bebas dan bahkan nilai demokrasi yang diterapkan itu sesungguhnya telah menghapus nilai demokrasi pancasila yang ada dan kata demokrasi hanya menjadi topeng untuk melancarkan penguasaan eksploitasi bangsa Indonesia.
Politik mercusuar yang dijalankan pada masa demokrasi terpimpin untuk memperlihatkan kekayaan dan harga diri bangsa Indonesia dimata dunia, telah meninggalkan jejak bahwa bangsa ini hidup dari Hutang luar negeri yang besar, dan membiarkan neoliberal dan kapitalisme muncul kepermukaan ibu pertiwi ini. Neoliberalisme yang pada masa pemerintahan Soekarno telah ditentang dan Soekarno yang merupakan seorang tokoh yang paham akan Neoliberalisme dan menjadi seorang anti neoliberal, hingga meneriakkan pada konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung yang menghasilkan dasa sila Bandung, teriakkan itu menjadi awal lahirnya kesadaran bangsa Asia Afrika tentang bejatnya neoliberalisme, dan makna yang benar bahwa “ada Hantu di Amerika, dan hantu itu adalah Neoliberalisme “ yang pernah dikatakan oleh karl Max, dengan lahirnya kesadaran itu nyatanya kita malah membuka diri dan membiarakan ideologi kita terkontaminasi oleh neoliberalisme dengan membentuk politik terbuka yang membiarkan para investor asing untuk menanamkan investasinya dan mengekploitasi kekayaan kita.
Setiap pemerintahan yang menjabat dinegara Ibu pertiwi ini, akan selalu dibayangi oleh setan neoliberalisme, dan sulit untuk melepaskannya, namun setiap pemimpin yang ada di Indonesia ini selalu dijatuhkan oleh mahasiswa.
Renungan korelasi mahasiswa dan pemerintah
Sebagai seorang mahasiswa mengapa kita harus selalu menggunakan demo sebagai alat untuk memprotes pemerintahan??
Secara definisi, demonstrasi atau unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi merupakan bentuk peyampaian aspirasi dan komunikasi politik yang legal di negara demokrasi. Hal ini diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, ‘’setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’.
Walaupun secara kasat mata demokrasi dan demonstrasi merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena fungsi demonstrasi dalam negara demokrasi seperti yang dianut Indonesia merupakan bentuk kontrol publik dan stake holder terhadap berbagai kebijakan dan kekuasaan yang dijalankan pemerintah. Sehingga dalam negara demokrasi, pemerintah harus menjamin kebebasan masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan membangun komunikasi dengan pemerintah baik dengan melakukan demonstrasi, orasi, teatrikal, dan sebagainya. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, arus demonstrasi mahasiswa telah mencatat prestasi dalam mendobrak dan menggulingkan para diktator.
Demokrasi masih sering sekali disalah artikan oleh para mahasiswa, mereka memaknai kebebasan berpendapat dalam demokrasi dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Sehingga saat mereka melakukan aksi turun jalan menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah yang berseberangan dengan kepentingan rakyat seringkali dilakukan dengan berbagai tindak anarkis, meski mereka datang dengan maksud dan tujuan yang baik.
Apakah kita tidak mampu menciptakan jalan lain untuk menentang pemerintahan tersebut, sebagai seorang kaum terpelajar, tidak selayaknya kita terus menggunakan demo sebagai media untuk memprotes pemerintahan, sebuah hal yang sia-sia, kita berhasil menurunkan satu rezim pemerintahan tapi apa hasilnya akan menjadi lebih baik??
Bukan sebuah alasan jika mahasiswa berkata “daripada lu yang diem aja, mending kita yang ikut kejalan” ungkapan yang benar-benar sebuah sikap yang tidak merepresentasikan seorang intelektual, tukang becak pun mampu untuk berteriak kejalan, buruh tanipun mampu untuk melempari gedung DPR dengan batu, tukang jual sayur pun mampu untuk konvoi dijalan, tapi kita beda, kita tidak seperti itu, kita dididik untuk menjadi patriot, yang mampu menghargai dan mampu menggunakan logika untuk bercermin, bukan dididik untuk menghakimi.
Aku tidak pernah paham dengan apa yang diteriakkan tersebut, jika yang berteriak tersebut adalah sekumpulan mahasiswa yang memiliki intelektual yang hebat, dan memiliki pemahaman atas negaranya, kita yang berdiri membentangkan tangan untuk membela kebenaran dan mengusung pembebasan kebodohan dan kemiskinan, dan manusia yang pro rakyat, dan cinta tanah air, terus menghujat pemerintahan yang salah dengan teriakkan dan bahkan dengan anarkisme, pernah terpikir, apakah yang kita dapatkan selama duduk dibangku sekolah ini tidak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Apakah ada hal yang salah dengan menggunakan rasio untuk memutuskan permasalahan pelik negara ini, mahasiswa menjadi golongan yang menempatkan nilai-nilai moral diatas kekuasaan, dan nilai-nilai moral itu yang akan menuntun pada sebuah pembenaran dan kekuasan tidak akan pernah berdamai dengan moral. Kita bukan orang politik tapi kita paham makna politik, kita bukan orang yang terjerat dalam lumpur kotor yang akan teru menarik seperti sebuah kumpulan lumpur hidup yang akhirnya akan sulit untuk dibersihkan.
Sebagai seorang intelektual yang diharapkan menjadi pioner perjuangan suatu bangsa dalam mencapai cita-cita yang luhur, mahasiswa seharusnya tetap memerankan peran dan posisinya sebagai nafas bangsa. Selama ini mahasiswa dalam pandangan masyarakat dikenal sebagai sosok yang idealis, kritis dan obyekif meski terkadang radikal dan revolusioner. Sehingga dalam hal ini mahasiswa seharusnya menjadi sosok yang mampu berpikir rasional dan kritis yang dibangun berdasarkan sistematika pemikiran dan kajian yang metodis dan sistematis untuk mampu membaca, menganalisis dan memecahkan berbagai problematika yang terjadi di dalam masyarakat.
Seorang mahasiswa, dengan kata lain dalam idealnya harus mampu merumuskan strategi dan metode aksi yang lebih kreatif dan solutif. Namun harapan tinggi terhadap kaum intelektual itu ternyata tak sesuai kenyataan banyak hal miris yang didapat dari aksi itu bahkan mencemarkan nama bik dan citra mahasiswa itu sendiri. Idealnya kita harus mmapu Menularkan dan menjadi pemikir sebuah inovasi baru untuk memperbaiki sistem yang telah dianut, dan mengembalikan ideologi yang telah kalut, karena tujuan kita adalah konservatif dan restoratif yang menjadi dasar pergerakan yang dalam artian keinginan untuk mempertahankan dan untuk mengembalikan nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Jangan jadikan demo sebagai jalan terakhir untuk mencapai gugatan terhadap mosi tidak percaya pemerintah, karena kita mahasiswa adalah nafas bangsa yang memiliki rasional dan bukan strategi politik seperti label kita “agent Of Change”. Maka terapkan label itu menjadi mimipi kita bersama yang diwujudkan dengan cara yang ilmiah dan lebih rasional demi mencapai satu hal yang lebih baik bukan sebuah judgment dan propaganda politik.
Aku cinta tanah air ini, bahkan cintaku lebih besar dibanding cinta kepada kekasihku. Kita mahasiswa yang akan datang ketika bangsa ini dalam sebuah masalah besar dan akan pergi setelah meraih kemenangan, kita bukan orang yang haus kekuasaan dan perut busung penuh dosa, lebih baik perut busung karena lapar daripada perut busung karena hasil sebuah kepikunan dan amoral.
Kita tidak butuh kekuasaan tapi kita ingin sebuah keadilan. Karena kita paham orang yang menjadi pejabat itu adalam kumpulan orang yang bergelar, semoga bangsa ini menjadi lebih baik dengan mahasiswa sebagai nafas bangsa selamanya.
ILMU KOMUNIKASI-FISIP-UNTIRTA

budaya dan metafisik: JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

budaya dan metafisik: JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

Sabtu, 24 November 2012

JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

Banyak pemuda yang terdidik dinegri ini, banyak pula guru yang berilmu dan berkompeten dibidangnya, tapi tidak sedikit dari mereka yang menjadi seorang guru karena tuntutan kehidupan profesi, jadi ketika menjalani sebuah profesi sebagai seorang guru, mereka tidak menjalankannya sebagai suatu profesi yang beretika namun hanya sebagai sebuah profesi sumber pencaharian semata, dan tidak sedikti pula siswa yang belajar hanya dengan orientasi Nilai semata, jadi ketika mereka sekolah mereka hanya mementingkan bagaimana caranya untuk mendapatkan sebuah nilai yang terbaik tanpa memikirkan apakah dia memahami atau tidak ilmu yang didapatnya disekolah.
Fenomena sehari-hari yang lazim kita lihat, Saat kita menengok ke dalam sekolah-sekolah, anak-anak akan berlomba-lomba mendapatkan nilai tertinggi. Namun, apakah ketika mereka mendapatkan nilai tertinggi di kelas itu dapat menjamin dirinya menguasai materi sesuai yang diharapkan? Praktiknya, kita sering menemukan tindakan siswa yang hanya berlomba meraih nilai tertinggi dengan menerapkan segala cara agar dapat lulus dalam semester atau ulangan bahkan UN. Sehingga, ilmu tak menjadi hal yang sangat diperhatikan yang penting memiliki nilai tinggi dan dapat diatas batas kelulusan. Dan, apakah Indonesia akan melahirkan anak-anak yang intelektual jika hanya bersaing nilai tanpa bersaing dalam ilmu yang sebenarnya?. Kita harus melakukan perubahan, berubah menjadi menusia-manusia cerdas yang mampu bersaing dalam dunia internasional, yang bukan hanya sebagian orang, tetapi seluruhnya. Sudah terlalu lama kita mereduksi manusia menjadi sekadar angka-angka statistik saja sehingga membuat penulis berpendapat bahwa pendidikan kita yang selama ini berorientasi pada nilai atau angka-angka itu salah, pelajar dididik agar belajar demi satu ijazah merupakan kesalahan yang sangat fatal dan harus diubah demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Atau kita jua sering melihat sebuah fenomena, seorang guru memberikan jawaban atas soal UN dan membagikannya kepada siswa, dengan alasan mereka takut siswa it tidak lulus dan nama sekolah mereka akan jatuh, atau fenomena seorang guru yan labi yang sering memberikan nilai tidak berdasarkan sebuah keobjektifan namun lebih kepada satu hal yang subjektif, atau dengan kata lain siswa tinggal menunggu durian runtuh, dalam hal ini seorang siswa yang rajin mendapatkan nilai yang lebih rendah dari siswa yang malas, dan siswa yang tidak mencontek mendapatkan nilai yang lebih rendah pula dari siswa yang mencontek. Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang sering kita rasakan sehari-hari, jadi ada sebuah jargon ketika dalam sebuah dunia kemahasiswaan  bahwa “mahasiswa boleh salah tapi tidak boleh bohong” dan “guru boleh salah tapi tidak boleh kalah’ ini yang membedakan prinsip profesional dan non profesional.
Atau kita juga sering merasakan seorang dosen yang takut pada absen ketua kelasnya, karenadia jarang masuk, dan beliaulebih mementingkan absensi dibanding ilmu yang akan dipahami oleh siswanya, bagaiman itu dikatakan seorang pendidik?

Pemahaman tentang teori dan analisanya

Pendidikkan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, seperti dalam sebuah teori modernisasi, dikatakan bahwa untuk membentuk suatu masyarakat menuju kehidupan yang madani dan berada pada tahap modernisasi dan ikut berpartisipasi dalam arus globalisai dalah dengan adanya manusia kreatif yang menjadi pondasi dasar sebuah bangsa dan negara. Pendidikkan bersal dari kata paid dan agagos yang artinya ilmu untuk bagaimana mengajar atau membina seorang anak. Dari definisi ini seharusnya telah tergambar bahwa pendidikkan itu adalah sebuah prose yang mengajarkan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dari tidak berbudi menjadi berbudi.
        Setiap masyarakat mengalami perubahan sepanjang masa. Perubahan itu ada yang samar, ada yang mencolok, ada yang lambat, ada yang cepat, ada yang sebagian atau terbatas (Plural), dan ada yang menyeluruh. Perubahan dapat berupa pergeseran nilai sosial, perilaku, susunan organisasi, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya. Semua perubahan itu ada yang maju (progress) dan ada yang mundur (regress) dan semuanya memerlukan sebuah pondasi dasar komponen pembentuk. Pondasi dasar berdirinya sebuah negara dengan tuntutan adanya masyarakat madani yang telah di idam-idamkan oleh setiap bangsa adalah bangsa tersebut harus memiliki manusia-manusia yang memiliki pemikiran cerdas dan tidak kaku dalam  menghadapi arus globalisasi, bangsa yang dapat berkembang dengan baik dan memiliki perekonomian dan tekhnologi serta sains yang maju tidak pernah terlepas dari adanya sistem yang berjalan seimbang dan selaras dengan kemajuan pendidikan di suatu negara tersebut.
Seorang guru yang dalam bahasa lampau diartikan digugu dan ditiru, seharusnya lebih memberi contoh terbaik dengan lebih adil dan bijak dalam menentukan arus pengajaran, walaupun semuanya tidak mutlak seorang guru yang dipersalahkan, karena ini adalah sebuah program pemerintah yang tidak tepat dalam pelaksanaannya. Guru kencing berdiri murid kencing berlari, ini pepatah yang sesuai dengan fenomena ini.
Guru bukanlah sebuah profesi yang hanya menjadikan Uang sebagai imbalannya, namun ada etika moral yang harus diterapkan, bukan sebuah penerapan hedonisme namun lebih kepada suatu panggilan jiwa bagi yang melaksanakannya ada sebuah rasa tanggung jawab dan beban yang besar yang harus dipikul oleh seorang guru, bagaiman profesi seorang guru itu sangat dihormati, diabndingkan profesi lainnya, ketika di rumah atau diluar sekolahpun seorang guru akan tetap dipanggil bapak, berbeda dengan pejabat atau rofesi lainnya yang akan menghilangkan makna bapaknya untuk menghormati, ini membuktikan bahwa profesi guru itu adalah profesi yang sangat terhormat.
Namun sayang saat ini banyak yang masuk dalam dunia pendidikkan atau yang mengambil kuliah jurusan FKIP (fakultas keguruan dan ilmu Pendidikkan ) bukan berdasarkan hati nuraninya namun lebih kepada pertimbangan materi dikemudian hari bagaiman jurusan Guru adalah profesi yang menjanjikan dan akan mudah untuk bekerja dan menjadi PNS (pegawai nunggu Sore) dan ini yang menjadi awal mengapa banyak guru yang kurang berkualitas di negara ini. Mengacu pada sejarah pendidikkan Indonesia, bagaimana Kihajar Dewantara mendirikan taman siswa dengan memiliki kerelaan dan keiklasan sepenuh hati denan pengorbanannya dia rela melepaskan gelar ningratnya dan menjadi rakyat biasa untuk mengabdikan dirinya sebagai seorang pendidik, itu dalah sebuah contoh yang sangat nyata, bagaimana kualitas seorang pendidik yang dibandingkan dengan zaman sekarang berbanding terbalik walaupun ini dipandang dari sebuah sudut konstruktivistis bukan sebagai positivisme yang menggeneralkan, namun tidak sedikit guru yang seperti ini.
Ini adalah sebuah penyakit bangsa ini, ketika matrealisme menjadi sebuah tujan utama maka hasil yang diperolehpun akan sama, siswa yang ditetaskan pun akan memiliki naluri yang pemikiran yang sama, yaitu mereka tidak akan memiliki rasa sebagai seorang siswa namun hanya sebagai sebuah alasan untuk mendapatkan Ijazah dan nilai yang baik, tanpa melihat pemahaman yang akan diturnkan dan diaplikasikan dimasyarakat. Artinya tidak ada proses pendidikkan seperti dalam tridharma perguruan tingi.

analisa untuk hari ini dan kedepan
meningkatkan sebuah sumber daya pendidik adalah satu hal yang mungkin, dan menseleksi profesi keguruan dengan cara yang lebih ketat karena banyak yang lulus dari segi akademik tapi masih banyak pula yang tidak lulus dari segi etika profesinya.
Mahasiswa sebagai telur yang menetas dari sebuah universitas seharusnya mampu menjadi pemeran difusi inovasi dan terus mengembangkan ilmu-ilmu yang dia telah pelajari, yang memiliki selektivitas tinggi dan daya nalar yang tinggi pula, dengan rasa pengabdian yang besar tehadap pengembangan tekhnologi bangsa melalui kebijakan pemerintah yang merata.
Perlu disadari bahwa definisi pembangunan humanistik yang mulia adalah  bahwa pembangunan adalah perluasan kemampuan dan kreativitas rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Nobel Laureate Amartya Sen (Sen, 1999). Pembangunan adalah perihal meningkatkan human capital (Hatta, 1967), yang kemudian secara keseluruhan membentukkan social capital bangsa, bahwa pembangunan haruslah berawal dari human investment agar bisa dengan lebih baik mengelola modal natural resources dan modal financial sebagai tuntutan riil dan empirik  . Hal inilah yang diperlukan bagi peranan pendidikan dalam membangun karakter bangsa, bukan karakter bangsa yang imajiner, karena sumberdaya manusia inilah yang menjadi modal suatu bangsa untuk dapat terus maju dalam kancah persaingan global. Karakter ini akan membawa kekuatan menawar, sebagai ciri martabat bangsa yang akan mampu menjadi sisi yang berani menawar, bukan menjadi bagian yang dilecehkan dan ditawar oleh asing.  
jika sejak kecil kita telah diberikan sistem pendidikkan yang salah atau dengan kata lain mal education, bagaimana kita akan memiliki mental dan moral yang baik, seorang guru kadang hanya melihat kemampuan siswa dari sisi akademik saja, tapi bagaimana dengan siswa yang memiliki kreativitas lain, kadang guru tidak memberikan penilaian tersebut dalam buku nilainya, sehingga karena merasa tidak dihargai kreativitas siswa tersebut akan hilang dan ditinggalkan.
Apakah semua alumnus pendidikkan itu hanya untuk dijadikan seorang pemikir yang hanya faham deret angka dan teori dengan nilai praktek yang berbanding terbalik?...
Lalu apakah pemberian perhatian dalam sebuah kelas dengan sistem anak emas itu akan dapat memberikan teladan yang baik kepada siswa tersebut?..hal ini akan membentuk mental siswa yang tidak dapat adil dalam bersikap dalam menghadapi masyarakat.
Setelah sampai pada jenjang perguruan tinggi, kita memiliki tridharma perguruan tinggi yang bukan hanya rangkaian kata yang dengan mudah semua orang dapat mengucapkan namun itu adalah sebuah ikrar dan sebuah proses yang harus dihadapi sebagai seorang mahasiswa,
Pendidikkan artinya mendidik secara benar dengan pola yang benar dan dengan porsi pendidikkan yang adil tanpa mengurangi sedikitpun.
Penelitian artinya memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar menganalisis sebuah masalah secara mendalam, maalah apa yang seharusnya diteliti?.masalah yang memilki pengaruh yang cukup berdampak bagi kelangsungan masyarakat, karena mahasiswa dengan labelnya “agent of change” harus dapat menjadi tulang punggung pemikir bangsa yang mutiproblem sesuai dengan bidang keilmuannya.
Pengabdian masyarakat artinya seorang mahasiswa belajar untuk berafiliasi dengan khalayak luas sebagai bentuk aplikatif dari label “agent of change” tersebut.
Dan jalani semua proses itu secara tertib, jika mental sejak kecil telah dihancurkan dengan pedoman orientasi nilai dibanding pemahaman, dan rendahnya penghargaan guru terhadap keahlian diluar akademik, itu akan membuat mental individu tersebut lemah dan mudah putus asa.
            Pendidikan karakter bangsa harus dimulai dari pendidikan dalam keluarga, sekolah/ kampus/ pesantren, dan masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan dan masyarakat sangat penting dan sangat membantu dan menentukan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah/ kampus  . Demi terbangunnya sebuah tonggak-tonggak pergerakan yang patuh akan hukum peduli akan nasib bangsa dan menghargai jiwa nasionalisme, dengan satu pola pendidikkan yang bernilai keilmuan bukan nilai semata.
Kita adalah manusia terdidik yang pasti punya sebuah pemikiran dan memahami ideologi, namun sadarkah siapa yang menanamkan ideologi dan konsep berpikir tersebut ? terus berpikir rasional dan kreatif tentang fenomena yang ada akan membantu kita untuk terus berproses dan berkembang.
Selektifitas menjadi seorang PNS terutama dalam profesi pendidikkan lebih diketatkan agar banyak guru yang memiliki jiwa moral yang terbaik, dan menjalankan profesi sebagai sebuah panggilan jiwa seperti Kihajar Dewantara, bukan sebuah profesi matrealisme, dan lulus dalam jurusan pendidikkan sebagai seorang yang memiliki deret moral sebagai standarisasinya, bukan hanya akademik karena mendidik dan pendidikkan bukan hanya akademik tapi juga moral, bukan hanya IQ namun juga EQ, SQ, dan RQ.
bangsa ini gagal karena terlalu result oriented daripada process oriented