selamat datang

Budaya, Fisik, Sosial, Inspiratif & Inovatif

Minggu, 02 Desember 2012

Demokah Tujuan Akhirmu?

Demokah Tujuan Akhirmu?




“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’
bunyi pasal 28 E UUD 1945, tentang gambaran kebebasn berpikir yang menjadi landasan bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi.
Kenapa sebagai seorang mahasiswa kita harus mengkritik pemerintahan melalui demo??
Sudah tidak adakah jalan lain untuk meneriakkan aspirasi?
Dimanakah kita meletakkan nilai moral yang membedakan kita dengan pemerintah? Karena Kita adalah komunitas yang selalu memegang teguh nilai moral diatas kekuasaan,
Apa yang kita dapat dari penurunan rezim dengan demonstrasi itu? Apakah tercipta satu hal yang lebih baik?
Apakah kita seorang politisi apakah sekumpulan mahasiswa?
Belajar politik dalam sebuah komunitas kecil dan diterapkan dalam lingkaran setan pemerintahan, apakah sebuah tindakkan benar ketika kita ikut hanyut dalam pemerintahan tersebut?
Membentuk organisasi dan menjadikannya seperti sebuah partai politik, apakah ini bukan hal yang menyamakan diri dengan mencontoh pemerintahan yang saling sikut untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan?
Lalu bedanya apa dinegara bermain lumpur, di kampus pun lumpur dibawa masuk dengan menjadikan kampus sebagai miniatur negara?
Renungan Diri
Kadang terpikir dalam benakku tentang pertanyaan-pertanyaan ini, apakah yang aku lakukan adalah hal yang salah, yang aku inginkan adalah aku memiliki independensi berpikir, yang tidak perlu orang lain merasa dirugikan dengan pemikiran ku, kita yang sama-sama berjuang saat memiliki label mahasiswa untuk menentang kebijakkan pemerintahan, namun tujuan akhir pendidikkannya adalah menjadi PNS, apakah itu bukan berarti kitapun mencari hidup dari sebuah kesalahan, lalu apa gunanya berteriak kalau akhirnya hanyut juga dalam arus pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan dicetuskan pada 17 Agustus 1945 silam, Bangsa Indonesia belum bisa merasakan keutuhan kemerdekaan secara esensi dan substansinya. Keadaan yang menimpa bangsa Indonesia sekarang ini tak ubahnya mengingatkan kepada sebuah peringatan yang pernah dikatakan oleh Soekarno, “ hari ini terasa mudah karena melawan penjajah dari bangsa lain, tapi esok akan terasa sulit karena akan melawan penjajah dari bangsa sendiri”. Penjajah yang menanamkan kakinya dan mengepakkan sayapnya melalui mesin politik dan diskriminasi hukum, dicapai dengan alat undi Pemilu.
Sejarah perjuangan bangsa
Tidak banyak mahasiswa yang paham akan makna sejarah perjuangan bangsa, tidak banyak mahasiswa yang peduli akan besarnya nilai sejarah dalam bangsa Indonesia ini, pada masa lampau perjuangan bangsa Indonesia menggunakan alat yaitu organisasi, dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada 20 mei 1908, dan kemudian berdiri banyak organisasi yang bersifat kedaerahan, hingga tercetusnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, dengan adanya sumpah pemuda ini, kita telah mengakui bangsa, bahasa, dan tanah air kita sebagai yang satu dan akan tetap kita junjung sampai kita menitikan titik darah terakhir, dan akan berada pada barisan terdepan ketika bangsa ini direndahkan oleh bangsa lain.
Para pemuda itu yang memberikan semangat yang membara dalam perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan, yang menjadi jembatan emas mencapai kesejahteraan, kemerdekaan bukan sebuah finis perjuangan kita, tapi sebuah jembatn untuk mencapai bangsa yang berdaulat dan mandiri dengan faham yang berlandaskan pada azas Pancasila.
Setelah bangsa Indonesia merdeka, alat yang digunakan bukan lagi organisasi namun sebuah negara, yang akan menjadi rumah bagi semua penghuninya, dan rumah itu yang akan dijadikan alat untuk berkoar dalam tataran internasional dan menyediakan kesejahteraan pada masyarakatnya sesuai cita-cita bangsa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila” . para pejuang proklamasi pada masa itu berjuang untuk menciptakan sebuah faham atau ideologi yang sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia, hingga terbentuklah Pancasila sebagai landasan bangas Indonesia, yang diambil dari unsur-unsur nilai budaya, etnik, ras, agama dan norma yang berlaku di Indonesia yang beraneka ragam dengan slogan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Dengan adanya sebuah peristiwa seperti ini, hal ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah menggunakan satu ideologi yang benar-benar utuh dari nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri, jadi apa yang dijadikan landasan kebijakkan negara seharusnya adalah kebijakkan yang sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, dan tetap berhaluan pada kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, dengan prinsip ekonomi kerakyatan, politik yang berlandaskan Demokrasi pancasila, hukum yang sesuai dengan nilai norma yang telah dilegitimasi dalam pancasila dan menjadi KUHP, dan kehidupan sosial yang mengintegrasikan persatuan dan kesatuan, dengan prinsip agama ketuhanan yang maha esa.
Dalam praktiknya, jalannya pemerintahan tidak sejalan dengan azas ideologi Pancasila tersebut, dengan kata lain banyak kesemerawutan yang terjadi, landasan yang telah ada menjadi benang basah yang kusut dan terus diacak-acak dan coba diberdirikan oleh mesin pemerintahan yang mengatasnamakan Demokrasi, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi yang telah jauh diambang bebas dan bahkan nilai demokrasi yang diterapkan itu sesungguhnya telah menghapus nilai demokrasi pancasila yang ada dan kata demokrasi hanya menjadi topeng untuk melancarkan penguasaan eksploitasi bangsa Indonesia.
Politik mercusuar yang dijalankan pada masa demokrasi terpimpin untuk memperlihatkan kekayaan dan harga diri bangsa Indonesia dimata dunia, telah meninggalkan jejak bahwa bangsa ini hidup dari Hutang luar negeri yang besar, dan membiarkan neoliberal dan kapitalisme muncul kepermukaan ibu pertiwi ini. Neoliberalisme yang pada masa pemerintahan Soekarno telah ditentang dan Soekarno yang merupakan seorang tokoh yang paham akan Neoliberalisme dan menjadi seorang anti neoliberal, hingga meneriakkan pada konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung yang menghasilkan dasa sila Bandung, teriakkan itu menjadi awal lahirnya kesadaran bangsa Asia Afrika tentang bejatnya neoliberalisme, dan makna yang benar bahwa “ada Hantu di Amerika, dan hantu itu adalah Neoliberalisme “ yang pernah dikatakan oleh karl Max, dengan lahirnya kesadaran itu nyatanya kita malah membuka diri dan membiarakan ideologi kita terkontaminasi oleh neoliberalisme dengan membentuk politik terbuka yang membiarkan para investor asing untuk menanamkan investasinya dan mengekploitasi kekayaan kita.
Setiap pemerintahan yang menjabat dinegara Ibu pertiwi ini, akan selalu dibayangi oleh setan neoliberalisme, dan sulit untuk melepaskannya, namun setiap pemimpin yang ada di Indonesia ini selalu dijatuhkan oleh mahasiswa.
Renungan korelasi mahasiswa dan pemerintah
Sebagai seorang mahasiswa mengapa kita harus selalu menggunakan demo sebagai alat untuk memprotes pemerintahan??
Secara definisi, demonstrasi atau unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi merupakan bentuk peyampaian aspirasi dan komunikasi politik yang legal di negara demokrasi. Hal ini diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, ‘’setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’.
Walaupun secara kasat mata demokrasi dan demonstrasi merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena fungsi demonstrasi dalam negara demokrasi seperti yang dianut Indonesia merupakan bentuk kontrol publik dan stake holder terhadap berbagai kebijakan dan kekuasaan yang dijalankan pemerintah. Sehingga dalam negara demokrasi, pemerintah harus menjamin kebebasan masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan membangun komunikasi dengan pemerintah baik dengan melakukan demonstrasi, orasi, teatrikal, dan sebagainya. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, arus demonstrasi mahasiswa telah mencatat prestasi dalam mendobrak dan menggulingkan para diktator.
Demokrasi masih sering sekali disalah artikan oleh para mahasiswa, mereka memaknai kebebasan berpendapat dalam demokrasi dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Sehingga saat mereka melakukan aksi turun jalan menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah yang berseberangan dengan kepentingan rakyat seringkali dilakukan dengan berbagai tindak anarkis, meski mereka datang dengan maksud dan tujuan yang baik.
Apakah kita tidak mampu menciptakan jalan lain untuk menentang pemerintahan tersebut, sebagai seorang kaum terpelajar, tidak selayaknya kita terus menggunakan demo sebagai media untuk memprotes pemerintahan, sebuah hal yang sia-sia, kita berhasil menurunkan satu rezim pemerintahan tapi apa hasilnya akan menjadi lebih baik??
Bukan sebuah alasan jika mahasiswa berkata “daripada lu yang diem aja, mending kita yang ikut kejalan” ungkapan yang benar-benar sebuah sikap yang tidak merepresentasikan seorang intelektual, tukang becak pun mampu untuk berteriak kejalan, buruh tanipun mampu untuk melempari gedung DPR dengan batu, tukang jual sayur pun mampu untuk konvoi dijalan, tapi kita beda, kita tidak seperti itu, kita dididik untuk menjadi patriot, yang mampu menghargai dan mampu menggunakan logika untuk bercermin, bukan dididik untuk menghakimi.
Aku tidak pernah paham dengan apa yang diteriakkan tersebut, jika yang berteriak tersebut adalah sekumpulan mahasiswa yang memiliki intelektual yang hebat, dan memiliki pemahaman atas negaranya, kita yang berdiri membentangkan tangan untuk membela kebenaran dan mengusung pembebasan kebodohan dan kemiskinan, dan manusia yang pro rakyat, dan cinta tanah air, terus menghujat pemerintahan yang salah dengan teriakkan dan bahkan dengan anarkisme, pernah terpikir, apakah yang kita dapatkan selama duduk dibangku sekolah ini tidak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Apakah ada hal yang salah dengan menggunakan rasio untuk memutuskan permasalahan pelik negara ini, mahasiswa menjadi golongan yang menempatkan nilai-nilai moral diatas kekuasaan, dan nilai-nilai moral itu yang akan menuntun pada sebuah pembenaran dan kekuasan tidak akan pernah berdamai dengan moral. Kita bukan orang politik tapi kita paham makna politik, kita bukan orang yang terjerat dalam lumpur kotor yang akan teru menarik seperti sebuah kumpulan lumpur hidup yang akhirnya akan sulit untuk dibersihkan.
Sebagai seorang intelektual yang diharapkan menjadi pioner perjuangan suatu bangsa dalam mencapai cita-cita yang luhur, mahasiswa seharusnya tetap memerankan peran dan posisinya sebagai nafas bangsa. Selama ini mahasiswa dalam pandangan masyarakat dikenal sebagai sosok yang idealis, kritis dan obyekif meski terkadang radikal dan revolusioner. Sehingga dalam hal ini mahasiswa seharusnya menjadi sosok yang mampu berpikir rasional dan kritis yang dibangun berdasarkan sistematika pemikiran dan kajian yang metodis dan sistematis untuk mampu membaca, menganalisis dan memecahkan berbagai problematika yang terjadi di dalam masyarakat.
Seorang mahasiswa, dengan kata lain dalam idealnya harus mampu merumuskan strategi dan metode aksi yang lebih kreatif dan solutif. Namun harapan tinggi terhadap kaum intelektual itu ternyata tak sesuai kenyataan banyak hal miris yang didapat dari aksi itu bahkan mencemarkan nama bik dan citra mahasiswa itu sendiri. Idealnya kita harus mmapu Menularkan dan menjadi pemikir sebuah inovasi baru untuk memperbaiki sistem yang telah dianut, dan mengembalikan ideologi yang telah kalut, karena tujuan kita adalah konservatif dan restoratif yang menjadi dasar pergerakan yang dalam artian keinginan untuk mempertahankan dan untuk mengembalikan nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Jangan jadikan demo sebagai jalan terakhir untuk mencapai gugatan terhadap mosi tidak percaya pemerintah, karena kita mahasiswa adalah nafas bangsa yang memiliki rasional dan bukan strategi politik seperti label kita “agent Of Change”. Maka terapkan label itu menjadi mimipi kita bersama yang diwujudkan dengan cara yang ilmiah dan lebih rasional demi mencapai satu hal yang lebih baik bukan sebuah judgment dan propaganda politik.
Aku cinta tanah air ini, bahkan cintaku lebih besar dibanding cinta kepada kekasihku. Kita mahasiswa yang akan datang ketika bangsa ini dalam sebuah masalah besar dan akan pergi setelah meraih kemenangan, kita bukan orang yang haus kekuasaan dan perut busung penuh dosa, lebih baik perut busung karena lapar daripada perut busung karena hasil sebuah kepikunan dan amoral.
Kita tidak butuh kekuasaan tapi kita ingin sebuah keadilan. Karena kita paham orang yang menjadi pejabat itu adalam kumpulan orang yang bergelar, semoga bangsa ini menjadi lebih baik dengan mahasiswa sebagai nafas bangsa selamanya.
ILMU KOMUNIKASI-FISIP-UNTIRTA

budaya dan metafisik: JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

budaya dan metafisik: JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

Sabtu, 24 November 2012

JANGAN HANCURKAN MENTAL PENGABDIAN KAMI DENGAN KESALAHAN ANDA

Banyak pemuda yang terdidik dinegri ini, banyak pula guru yang berilmu dan berkompeten dibidangnya, tapi tidak sedikit dari mereka yang menjadi seorang guru karena tuntutan kehidupan profesi, jadi ketika menjalani sebuah profesi sebagai seorang guru, mereka tidak menjalankannya sebagai suatu profesi yang beretika namun hanya sebagai sebuah profesi sumber pencaharian semata, dan tidak sedikti pula siswa yang belajar hanya dengan orientasi Nilai semata, jadi ketika mereka sekolah mereka hanya mementingkan bagaimana caranya untuk mendapatkan sebuah nilai yang terbaik tanpa memikirkan apakah dia memahami atau tidak ilmu yang didapatnya disekolah.
Fenomena sehari-hari yang lazim kita lihat, Saat kita menengok ke dalam sekolah-sekolah, anak-anak akan berlomba-lomba mendapatkan nilai tertinggi. Namun, apakah ketika mereka mendapatkan nilai tertinggi di kelas itu dapat menjamin dirinya menguasai materi sesuai yang diharapkan? Praktiknya, kita sering menemukan tindakan siswa yang hanya berlomba meraih nilai tertinggi dengan menerapkan segala cara agar dapat lulus dalam semester atau ulangan bahkan UN. Sehingga, ilmu tak menjadi hal yang sangat diperhatikan yang penting memiliki nilai tinggi dan dapat diatas batas kelulusan. Dan, apakah Indonesia akan melahirkan anak-anak yang intelektual jika hanya bersaing nilai tanpa bersaing dalam ilmu yang sebenarnya?. Kita harus melakukan perubahan, berubah menjadi menusia-manusia cerdas yang mampu bersaing dalam dunia internasional, yang bukan hanya sebagian orang, tetapi seluruhnya. Sudah terlalu lama kita mereduksi manusia menjadi sekadar angka-angka statistik saja sehingga membuat penulis berpendapat bahwa pendidikan kita yang selama ini berorientasi pada nilai atau angka-angka itu salah, pelajar dididik agar belajar demi satu ijazah merupakan kesalahan yang sangat fatal dan harus diubah demi kemajuan pendidikan Indonesia.
Atau kita jua sering melihat sebuah fenomena, seorang guru memberikan jawaban atas soal UN dan membagikannya kepada siswa, dengan alasan mereka takut siswa it tidak lulus dan nama sekolah mereka akan jatuh, atau fenomena seorang guru yan labi yang sering memberikan nilai tidak berdasarkan sebuah keobjektifan namun lebih kepada satu hal yang subjektif, atau dengan kata lain siswa tinggal menunggu durian runtuh, dalam hal ini seorang siswa yang rajin mendapatkan nilai yang lebih rendah dari siswa yang malas, dan siswa yang tidak mencontek mendapatkan nilai yang lebih rendah pula dari siswa yang mencontek. Dan hal ini adalah sebuah fenomena yang sering kita rasakan sehari-hari, jadi ada sebuah jargon ketika dalam sebuah dunia kemahasiswaan  bahwa “mahasiswa boleh salah tapi tidak boleh bohong” dan “guru boleh salah tapi tidak boleh kalah’ ini yang membedakan prinsip profesional dan non profesional.
Atau kita juga sering merasakan seorang dosen yang takut pada absen ketua kelasnya, karenadia jarang masuk, dan beliaulebih mementingkan absensi dibanding ilmu yang akan dipahami oleh siswanya, bagaiman itu dikatakan seorang pendidik?

Pemahaman tentang teori dan analisanya

Pendidikkan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, seperti dalam sebuah teori modernisasi, dikatakan bahwa untuk membentuk suatu masyarakat menuju kehidupan yang madani dan berada pada tahap modernisasi dan ikut berpartisipasi dalam arus globalisai dalah dengan adanya manusia kreatif yang menjadi pondasi dasar sebuah bangsa dan negara. Pendidikkan bersal dari kata paid dan agagos yang artinya ilmu untuk bagaimana mengajar atau membina seorang anak. Dari definisi ini seharusnya telah tergambar bahwa pendidikkan itu adalah sebuah prose yang mengajarkan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dari tidak berbudi menjadi berbudi.
        Setiap masyarakat mengalami perubahan sepanjang masa. Perubahan itu ada yang samar, ada yang mencolok, ada yang lambat, ada yang cepat, ada yang sebagian atau terbatas (Plural), dan ada yang menyeluruh. Perubahan dapat berupa pergeseran nilai sosial, perilaku, susunan organisasi, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya. Semua perubahan itu ada yang maju (progress) dan ada yang mundur (regress) dan semuanya memerlukan sebuah pondasi dasar komponen pembentuk. Pondasi dasar berdirinya sebuah negara dengan tuntutan adanya masyarakat madani yang telah di idam-idamkan oleh setiap bangsa adalah bangsa tersebut harus memiliki manusia-manusia yang memiliki pemikiran cerdas dan tidak kaku dalam  menghadapi arus globalisasi, bangsa yang dapat berkembang dengan baik dan memiliki perekonomian dan tekhnologi serta sains yang maju tidak pernah terlepas dari adanya sistem yang berjalan seimbang dan selaras dengan kemajuan pendidikan di suatu negara tersebut.
Seorang guru yang dalam bahasa lampau diartikan digugu dan ditiru, seharusnya lebih memberi contoh terbaik dengan lebih adil dan bijak dalam menentukan arus pengajaran, walaupun semuanya tidak mutlak seorang guru yang dipersalahkan, karena ini adalah sebuah program pemerintah yang tidak tepat dalam pelaksanaannya. Guru kencing berdiri murid kencing berlari, ini pepatah yang sesuai dengan fenomena ini.
Guru bukanlah sebuah profesi yang hanya menjadikan Uang sebagai imbalannya, namun ada etika moral yang harus diterapkan, bukan sebuah penerapan hedonisme namun lebih kepada suatu panggilan jiwa bagi yang melaksanakannya ada sebuah rasa tanggung jawab dan beban yang besar yang harus dipikul oleh seorang guru, bagaiman profesi seorang guru itu sangat dihormati, diabndingkan profesi lainnya, ketika di rumah atau diluar sekolahpun seorang guru akan tetap dipanggil bapak, berbeda dengan pejabat atau rofesi lainnya yang akan menghilangkan makna bapaknya untuk menghormati, ini membuktikan bahwa profesi guru itu adalah profesi yang sangat terhormat.
Namun sayang saat ini banyak yang masuk dalam dunia pendidikkan atau yang mengambil kuliah jurusan FKIP (fakultas keguruan dan ilmu Pendidikkan ) bukan berdasarkan hati nuraninya namun lebih kepada pertimbangan materi dikemudian hari bagaiman jurusan Guru adalah profesi yang menjanjikan dan akan mudah untuk bekerja dan menjadi PNS (pegawai nunggu Sore) dan ini yang menjadi awal mengapa banyak guru yang kurang berkualitas di negara ini. Mengacu pada sejarah pendidikkan Indonesia, bagaimana Kihajar Dewantara mendirikan taman siswa dengan memiliki kerelaan dan keiklasan sepenuh hati denan pengorbanannya dia rela melepaskan gelar ningratnya dan menjadi rakyat biasa untuk mengabdikan dirinya sebagai seorang pendidik, itu dalah sebuah contoh yang sangat nyata, bagaimana kualitas seorang pendidik yang dibandingkan dengan zaman sekarang berbanding terbalik walaupun ini dipandang dari sebuah sudut konstruktivistis bukan sebagai positivisme yang menggeneralkan, namun tidak sedikit guru yang seperti ini.
Ini adalah sebuah penyakit bangsa ini, ketika matrealisme menjadi sebuah tujan utama maka hasil yang diperolehpun akan sama, siswa yang ditetaskan pun akan memiliki naluri yang pemikiran yang sama, yaitu mereka tidak akan memiliki rasa sebagai seorang siswa namun hanya sebagai sebuah alasan untuk mendapatkan Ijazah dan nilai yang baik, tanpa melihat pemahaman yang akan diturnkan dan diaplikasikan dimasyarakat. Artinya tidak ada proses pendidikkan seperti dalam tridharma perguruan tingi.

analisa untuk hari ini dan kedepan
meningkatkan sebuah sumber daya pendidik adalah satu hal yang mungkin, dan menseleksi profesi keguruan dengan cara yang lebih ketat karena banyak yang lulus dari segi akademik tapi masih banyak pula yang tidak lulus dari segi etika profesinya.
Mahasiswa sebagai telur yang menetas dari sebuah universitas seharusnya mampu menjadi pemeran difusi inovasi dan terus mengembangkan ilmu-ilmu yang dia telah pelajari, yang memiliki selektivitas tinggi dan daya nalar yang tinggi pula, dengan rasa pengabdian yang besar tehadap pengembangan tekhnologi bangsa melalui kebijakan pemerintah yang merata.
Perlu disadari bahwa definisi pembangunan humanistik yang mulia adalah  bahwa pembangunan adalah perluasan kemampuan dan kreativitas rakyat, sebagaimana ditegaskan oleh Nobel Laureate Amartya Sen (Sen, 1999). Pembangunan adalah perihal meningkatkan human capital (Hatta, 1967), yang kemudian secara keseluruhan membentukkan social capital bangsa, bahwa pembangunan haruslah berawal dari human investment agar bisa dengan lebih baik mengelola modal natural resources dan modal financial sebagai tuntutan riil dan empirik  . Hal inilah yang diperlukan bagi peranan pendidikan dalam membangun karakter bangsa, bukan karakter bangsa yang imajiner, karena sumberdaya manusia inilah yang menjadi modal suatu bangsa untuk dapat terus maju dalam kancah persaingan global. Karakter ini akan membawa kekuatan menawar, sebagai ciri martabat bangsa yang akan mampu menjadi sisi yang berani menawar, bukan menjadi bagian yang dilecehkan dan ditawar oleh asing.  
jika sejak kecil kita telah diberikan sistem pendidikkan yang salah atau dengan kata lain mal education, bagaimana kita akan memiliki mental dan moral yang baik, seorang guru kadang hanya melihat kemampuan siswa dari sisi akademik saja, tapi bagaimana dengan siswa yang memiliki kreativitas lain, kadang guru tidak memberikan penilaian tersebut dalam buku nilainya, sehingga karena merasa tidak dihargai kreativitas siswa tersebut akan hilang dan ditinggalkan.
Apakah semua alumnus pendidikkan itu hanya untuk dijadikan seorang pemikir yang hanya faham deret angka dan teori dengan nilai praktek yang berbanding terbalik?...
Lalu apakah pemberian perhatian dalam sebuah kelas dengan sistem anak emas itu akan dapat memberikan teladan yang baik kepada siswa tersebut?..hal ini akan membentuk mental siswa yang tidak dapat adil dalam bersikap dalam menghadapi masyarakat.
Setelah sampai pada jenjang perguruan tinggi, kita memiliki tridharma perguruan tinggi yang bukan hanya rangkaian kata yang dengan mudah semua orang dapat mengucapkan namun itu adalah sebuah ikrar dan sebuah proses yang harus dihadapi sebagai seorang mahasiswa,
Pendidikkan artinya mendidik secara benar dengan pola yang benar dan dengan porsi pendidikkan yang adil tanpa mengurangi sedikitpun.
Penelitian artinya memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar menganalisis sebuah masalah secara mendalam, maalah apa yang seharusnya diteliti?.masalah yang memilki pengaruh yang cukup berdampak bagi kelangsungan masyarakat, karena mahasiswa dengan labelnya “agent of change” harus dapat menjadi tulang punggung pemikir bangsa yang mutiproblem sesuai dengan bidang keilmuannya.
Pengabdian masyarakat artinya seorang mahasiswa belajar untuk berafiliasi dengan khalayak luas sebagai bentuk aplikatif dari label “agent of change” tersebut.
Dan jalani semua proses itu secara tertib, jika mental sejak kecil telah dihancurkan dengan pedoman orientasi nilai dibanding pemahaman, dan rendahnya penghargaan guru terhadap keahlian diluar akademik, itu akan membuat mental individu tersebut lemah dan mudah putus asa.
            Pendidikan karakter bangsa harus dimulai dari pendidikan dalam keluarga, sekolah/ kampus/ pesantren, dan masyarakat. Pendidikan karakter di lingkungan dan masyarakat sangat penting dan sangat membantu dan menentukan keberhasilan pendidikan karakter di sekolah/ kampus  . Demi terbangunnya sebuah tonggak-tonggak pergerakan yang patuh akan hukum peduli akan nasib bangsa dan menghargai jiwa nasionalisme, dengan satu pola pendidikkan yang bernilai keilmuan bukan nilai semata.
Kita adalah manusia terdidik yang pasti punya sebuah pemikiran dan memahami ideologi, namun sadarkah siapa yang menanamkan ideologi dan konsep berpikir tersebut ? terus berpikir rasional dan kreatif tentang fenomena yang ada akan membantu kita untuk terus berproses dan berkembang.
Selektifitas menjadi seorang PNS terutama dalam profesi pendidikkan lebih diketatkan agar banyak guru yang memiliki jiwa moral yang terbaik, dan menjalankan profesi sebagai sebuah panggilan jiwa seperti Kihajar Dewantara, bukan sebuah profesi matrealisme, dan lulus dalam jurusan pendidikkan sebagai seorang yang memiliki deret moral sebagai standarisasinya, bukan hanya akademik karena mendidik dan pendidikkan bukan hanya akademik tapi juga moral, bukan hanya IQ namun juga EQ, SQ, dan RQ.
bangsa ini gagal karena terlalu result oriented daripada process oriented

Sabtu, 21 April 2012

Etika Protestan karangan dan semangat kapitalisme


RESENSI BUKU

Judul                           : Etika Protestan karangan dan semangat kapitalisme
Pengarang                   : Max weber
Penerbit                       : Pustaka Promethea
Tahun terbit                 : September 2000
Tempat terbit               : Surabaya
Tebal buku                  : 458  halaman+ cover 10 halaman
            Buku ini menjelaskan tentang bagaimana pengaruh agama dalam dunia dan menjadikan semangat bagi masyarakat protestan dan kapitalis. Landasan apa yang mendasari lahirnya kapitalis, semangat dan pola pikir seperti apa yang menyebabkan calvinisme lahir dan menjadi semangat bagi protestan untuk melakukan ekspansi kapitalis sebagai sistem perekonomian yang diperhitungkan di dunia. Dalam buku ini pula terdapat berbagai faham dan paradigma yang mendunia seperti positivistis, konstruktivistis,dan kritis. Di jelaskan pula bahwa calvinisme mendasari lahirnya faham-faham kapitalis dan etika protestan. Dan banyak hal menarik lain yang akan di jelaskan dalam buku ini.
            Secara rincinya di dalam bab pertama dijelaskan tentang masalah afiliasi agama dan stratifikasi sosial, bahasan ini mengenai adanya perbedaan pandangan dan prinsip antara penganut katolik dan protestan tentang masalah duniawi yang berakar pada hukum gereja yang penganut katolik menganggap bahwa menghukum yang bidah dan mengampuni para pendosa dan itu berarti sesuatu yang bidah adalah pandangan protestan, karena mereka lebih mengedepankan bisnis daripada ajaran agama, serta mencampur dominasi dunia dengan bisnis. Menurut weber bahwa agama itu merupakan sumber pertentangan, khususnya katolik dan protestan.
            Perbedaan pandangan ini juga terlihat dalam hal pendidikkan, orang-orang katolik lebih menyukai pelatihan-pelatihan dan bekerja di pemerintahan dan lulusan pendidikkan dari penganut katolik lebih sedikit di banding protestan dan ini menyebabkan adanya stratifikasi sosial, sedangkan kaum protestan lebih menyukai bekerja pada bagian administratif perusahaan, dan para penganut katolik kalah bersaing dalam dunia kerja, karena hal ini terlihat dari banyaknya pemuda protestan yang memiliki skill dalam industri-industri modern. Dalam pandangan ini pendidikkan yang dipengaruhi oleh lingkungan agama akan mempengaruhi dalam  hal memilih pekerjaan, yang artinya ada pemenuhan kebutuhan yang ahrus di prioritaskan dalam penentuan pilihan atas pertimbangan rasio agama.
            Orang-orang katolik terkesan asketis dalam mencapai cita-cita hidupnya sehingga membuat penganutnya mengabaikan kehidupan dunia sedangkan kaum protestan lebih berfaham materialistis dan mengedepankan sekularisasi dalam cita-cita dan pandangan hidupnya, yang artinya mencampur kepentingan agama dengan dunia. Dalam hal ini menyebabkan protestan lebih maju dalam 3 hal di bandingkan bangsa lain yaitu : spiritual, perdagangan dan kebebasan. Serta adanyan kombinasi antara kesucian yang yang besar yaitu agama dengan adanya suatu perkembangan bisnis yang lebih maju.
            Pada bagian selanjutnya di jelaskan mengenai suatu semangat kapitalisme yang tergambar dalam suatu perhitungan bisnis, yang dalam bahasan ini ada suatu perkataan yang berbunyi lebih suka makan enak atau tidur enak, sebenarnya perkataan tersebut merupakan suatu prinsip yang dianut oleh protestan dan katolik, bagi kaum protestan mereka lebih menyukai makan enak dan mereka berpandangan utilitarianisme yang artinya baik bagi banyak orang dan memiliki alasan pembenaran yang kuat, sedangkan prinsip katolik mereka lebih menyukai tidur yang nyaman, menurut kaum protestan jika manusia bermalas-malasan dia bukan hanya kehilangan waktu namun juga kehilangan berbagai keuntungan yang mungkin dia dapatkan pada hari itu karena uang tersebut dapat diputar menjadi berlipat keuntungan.
Faktor lain yag dapat memberi keuntungan adalah kejujuran manusia karena kejujuran akan membawa manusia pada suatu keuntungan yang menimbulkan kepercayaan dari orang lain dan hal ini merupakan suatu pandangan positivistis, orang akan lebih terbuka dalam memberikan bantuan pada orang yang jujur dan tepat waktu
Apa yang di jelaskan diatas merupakan gambaran dari suatu semangat kapitalisme untuk terus bekerja , semangat yang sesungguhnya bukan berbicara untuk kesuksesan didunia, hal ini hanya merupakan etika , jika dipandang oleh Max weber dari segi etika protestan dan calvinisme. Sedangkan dari segi Kapitalisme mereka menjauhkan hal ini dari pandangan Eudoonistik, bahwa semua yang mereka lakukan di dunia adalah sebagai tujuan akhir yaitu usaha untuk mencari harta, serta hedonistis karena semua kebahagiaannya berdifat irasional.
            Kapitalisme selalu mendapat perlawanan dari Tradisionalisme yang merupakan sikap mutlak manusia dan kapitalisme mencoba merubah pola pikir tersebut dengan menurunkan teori ekonominya yaitu dengan menurunkan upah maka akan diperoleh pekerjaan yang meningkat ini merupakan suatu bentuk paradigma kritis.
Kapitalistik merupakan perjuangan untuk mendapatkan keuntungan yang bebas dari batasan-batasan yang di tentukan oleh kebutuhan-kebutuhan, sebab dalam makna kapitalisme terdapat perbedaan makna kebutuhan dan keuntungan oleh karena itu kebutuhan tersebut akan membatasi keuntungan, selain itu usaha untuk mendapatkan keuntungan yang di lakukan oleh kaum kapitalisme merupakan usaha yang rasional dan sesuatu yang nyata dalam konsep ekonomi.
Bagi kaum kapitalis agama hanya sebagai alat untuk menarik mereka dari kerja kehidupan dunia dan tentu akan membuat gelisah tentang kehidupan akhirat, tujuan utama kapitalisme adalah keuntungan sosial dan material.
            Bahasan selanjutnya mnegenai konsep Luther mengenai Panggilan, apa sih yang di maksud dengan konsep panggilan?
Panggilan merupakan kewajiban setiap individu di dunia untuk melakukan tugas atau kewajiban sesuai dengan tingkat kedudukkannya  masing-masing di dunia dan dengan tidak melampaui nilai moral duniawi, panggilan merupakan sesuatu yang sudah lazim dan sudah seharusnya dilakukan, menurut penganut protestan panggilan merupakan sesuatu yang harus di terima sebagai suatu peraturan ilahi, dalam hal ini katolik memiliki suatu musuh yang nyata yaitu katolik, dalam anggapannya bahnwa kapitalisme merupakan kreasi dari reformasi, yang di maksud dari reformasi disini adalah perubahan sistem ekonomi yang berkembang.
            Lutheranistis tidak lepas dari Tradisionalistis yang selalu berpegang pada ketaatan pada peraturan Ilahi dan dalam perkembangannya akan bertentangan dengan kebudayaan moderan dan calvinisme, karena kebudayaan modern lebih mengutamakan duniawi di bandingkan ketaatan agama, hal ini merupakan prinsip dasar protestan yang lebih materialis dan berpegang pada duniawi.
            Bahasan selanjutnya mengenai konsep keagamaan dari askese duniawi, dalam bahasan ini akan di jelaskan beberapa faktor yang mempngarui konsep keagaan dari askese duniawi yaitu : calvinisme, Pietisme, Metodisme, dan sekte-sekte yang tumbuh dari kaum baktis.
Calvinisme merupakan suatu faham yang berpandangan bahwa Tuhan tidak hidup atau ada bagi manusia tetapi manusialah yang hidup atau ada demi Tuhan dan dunia ada untuk melayani kemuliaan Tuhan, serta Tuhan mnghendaki adanya pencapaian sosial dalam dunia. Dan itu berarti calvinisme berpendapat bahwa kesuksesan kehidupan sosial di dunia adalah gambaran kehidupan akhirat, kesuksesan di dunia merupakan penebus dosa-dosa bagi orang-orang yang tidak terpilih, dan hal ini membuat manusia menjadi tidak tenang sehigga untuk mencari ketenangan itu dan kepastian kehidupan akhirat mereka bekerja dengan rajin, dan hal ini merupakan gambaran eudomonisme.
Pietisme merupakan pandangan yang berbeda dari calvinisme yang menganggap bahwa manusia bekerja untuk keselamatan dan kesejahteraan kehidupan di dunia, dan bukan untuk kehidupan di akhirat, dan pietisme memisahkan antara kepentingan dunia dengan akhirat menjadi sebuah ketaatan pada ilahi.
Metodisme merupakan kombinasi antara jenis keagamaan yang emosional tetapi asketis dengan sikap apatis yang meningkat atau sikap penolakkan terhadap dasar-dasar dogmatis dari askese calvinistis, makna yang emosional disini bararti bahwa para penganut metodisme harus memiliki rasa menyesal terhadap dosa-dosa mereka  dan berharap untuk mendapatkan pengampunan, sehingga membutuhkan perjuangan emosional dalam hal ini sama dengan hukuman nilai dan norma sosial yang hanya tertanam di dalam jiwa manusia dan akan menghilangkan rasa ketenangan. Dan adanya dosa sebagai bukti logis dari rahmat ilahi. Di dalam metodisme sendiri sama halnya dengan pietisme yang mengandung pandangan ketidak pastian tentang akhirat.
Sekte-sekte baptis, karakter yang di anut dari baptis adalah tenang, moderat, dan sangat taat terhadap keagamaannya, mereka juga tidak memiliki pemikiran mengenai kehidupan politik mereka lebih pada pandangan yang bersifat kebajikan-kebajikan dan melupakan hal-hal duniawi. pada perkembangannyan penganut baptis akan mengikuti alur calvinisme,  apa yang menjadi prinsip dari pemikiran baptis adalah mendengarkan aadanya suara Tuhan sebagai panggilan hidup, yang akan menjadi tujuan utama manusia dan hal ini menjadi semangat kapitalisme.
Bahasan selanjutnya mengenai Askese dan semangat Kapialisme,
Askese pada zaman ini dirasakan lebih tajam di bandingkan pada paham calvinisme, pada zaman ini orang-orang bekerja bukan untuk mencari kekayaan namun mereka lebih untuk menjalankan perintah Tuhan yaitu untuk dapat lebih memuliakan Tuhan dengan waktu yang ada dan dimiliki serta tidak ada waktu untuk bersantai sebab bersantai merupakan dosa besar, mereka mulai melupakan eudomonisme yang di terapkan pada masa calvinisme saat ini tujuan akhir mereka adalah memuliakan Tuhan dan mendapat rahmatnya dan hal ini merupakan suatu pandangan yang positivistis, pada masa ini mereka lebih menganut utilitarianisme murni yang akan membawa kebahagiaan yang besar bagi banyak orang nantinya dan secara pertimbangan moral dapat dibenarkan, mereka lebih melihat hambatan-hambatan apa yang ada pada harta mereka dan bagaimana mereka mendapatkan hartanya tersebut yang pada masa calvinisme semua itu tidak ada hal ini menunjang lahirnya semangat kapitalisme yang menjadi satu sistem perekonomian yang cukup menjanjikan di dunia.  
            Apa yang mendasari adanya konsep panggilan luthering adalah adanya faham calvinisme.  Mereka juga menolak adanya mamonisme yaitu faham yang berpandangan bahwa usaha-usaha yang dilakukan oleh mereka adalah usaha untuk memperkaya diri mereka sebab kekayaan itu sesungguhnya adalah godaan bagi manusia, banyak orang yang tersesat dalam hal kepemilikan kekayaan. Pandangan ini merupakan suatu hal yang konstruktivistis bahwa tidak semua orang yang melakuan usaha untuk memperkaya diri adalah adalah suatu kesalahan dan ketamakan, karena banyak dari masyarakat yang kaya namun dermawan bagi kepentingan sosial. Selain itu pada kebanyakan masyarakat berpikir bahwa orang-orang yang serius dan percaya bahwa kerja dan industri merupakan kewajiban kepada Tuhan, hal ini merupakan suatu pandangan positivistis. Pada zaman ini etika, moral dan kebijaksanaan yang dulu pada masa calvinisme tidak ada ingin coba untuk ditanamkan lagi.
            Buku ini merupakan buku yang sangat baik dan layak untuk di baca dan menjadi pegangan bagi mahasiswa sosial sebab buku ini dengan detail menjelaskan bagaimana etika protestan dan lahirnya kapitalisme tersebut, namun bahasa yang digunakan terkesan tinggi dan sulit untuk di fahami secara harfiah, banyak istilah sosial dan asing di dalamnya.