selamat datang

Budaya, Fisik, Sosial, Inspiratif & Inovatif

Minggu, 02 Desember 2012

Demokah Tujuan Akhirmu?

Demokah Tujuan Akhirmu?




“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’
bunyi pasal 28 E UUD 1945, tentang gambaran kebebasn berpikir yang menjadi landasan bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi.
Kenapa sebagai seorang mahasiswa kita harus mengkritik pemerintahan melalui demo??
Sudah tidak adakah jalan lain untuk meneriakkan aspirasi?
Dimanakah kita meletakkan nilai moral yang membedakan kita dengan pemerintah? Karena Kita adalah komunitas yang selalu memegang teguh nilai moral diatas kekuasaan,
Apa yang kita dapat dari penurunan rezim dengan demonstrasi itu? Apakah tercipta satu hal yang lebih baik?
Apakah kita seorang politisi apakah sekumpulan mahasiswa?
Belajar politik dalam sebuah komunitas kecil dan diterapkan dalam lingkaran setan pemerintahan, apakah sebuah tindakkan benar ketika kita ikut hanyut dalam pemerintahan tersebut?
Membentuk organisasi dan menjadikannya seperti sebuah partai politik, apakah ini bukan hal yang menyamakan diri dengan mencontoh pemerintahan yang saling sikut untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan?
Lalu bedanya apa dinegara bermain lumpur, di kampus pun lumpur dibawa masuk dengan menjadikan kampus sebagai miniatur negara?
Renungan Diri
Kadang terpikir dalam benakku tentang pertanyaan-pertanyaan ini, apakah yang aku lakukan adalah hal yang salah, yang aku inginkan adalah aku memiliki independensi berpikir, yang tidak perlu orang lain merasa dirugikan dengan pemikiran ku, kita yang sama-sama berjuang saat memiliki label mahasiswa untuk menentang kebijakkan pemerintahan, namun tujuan akhir pendidikkannya adalah menjadi PNS, apakah itu bukan berarti kitapun mencari hidup dari sebuah kesalahan, lalu apa gunanya berteriak kalau akhirnya hanyut juga dalam arus pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan dicetuskan pada 17 Agustus 1945 silam, Bangsa Indonesia belum bisa merasakan keutuhan kemerdekaan secara esensi dan substansinya. Keadaan yang menimpa bangsa Indonesia sekarang ini tak ubahnya mengingatkan kepada sebuah peringatan yang pernah dikatakan oleh Soekarno, “ hari ini terasa mudah karena melawan penjajah dari bangsa lain, tapi esok akan terasa sulit karena akan melawan penjajah dari bangsa sendiri”. Penjajah yang menanamkan kakinya dan mengepakkan sayapnya melalui mesin politik dan diskriminasi hukum, dicapai dengan alat undi Pemilu.
Sejarah perjuangan bangsa
Tidak banyak mahasiswa yang paham akan makna sejarah perjuangan bangsa, tidak banyak mahasiswa yang peduli akan besarnya nilai sejarah dalam bangsa Indonesia ini, pada masa lampau perjuangan bangsa Indonesia menggunakan alat yaitu organisasi, dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada 20 mei 1908, dan kemudian berdiri banyak organisasi yang bersifat kedaerahan, hingga tercetusnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, dengan adanya sumpah pemuda ini, kita telah mengakui bangsa, bahasa, dan tanah air kita sebagai yang satu dan akan tetap kita junjung sampai kita menitikan titik darah terakhir, dan akan berada pada barisan terdepan ketika bangsa ini direndahkan oleh bangsa lain.
Para pemuda itu yang memberikan semangat yang membara dalam perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan, yang menjadi jembatan emas mencapai kesejahteraan, kemerdekaan bukan sebuah finis perjuangan kita, tapi sebuah jembatn untuk mencapai bangsa yang berdaulat dan mandiri dengan faham yang berlandaskan pada azas Pancasila.
Setelah bangsa Indonesia merdeka, alat yang digunakan bukan lagi organisasi namun sebuah negara, yang akan menjadi rumah bagi semua penghuninya, dan rumah itu yang akan dijadikan alat untuk berkoar dalam tataran internasional dan menyediakan kesejahteraan pada masyarakatnya sesuai cita-cita bangsa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan ikut dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan Pancasila” . para pejuang proklamasi pada masa itu berjuang untuk menciptakan sebuah faham atau ideologi yang sesuai dengan keadaan bangsa Indonesia, hingga terbentuklah Pancasila sebagai landasan bangas Indonesia, yang diambil dari unsur-unsur nilai budaya, etnik, ras, agama dan norma yang berlaku di Indonesia yang beraneka ragam dengan slogan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Dengan adanya sebuah peristiwa seperti ini, hal ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah menggunakan satu ideologi yang benar-benar utuh dari nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri, jadi apa yang dijadikan landasan kebijakkan negara seharusnya adalah kebijakkan yang sesuai dengan keadaan masyarakat Indonesia, dan tetap berhaluan pada kesejahteraan rakyat secara adil dan merata, dengan prinsip ekonomi kerakyatan, politik yang berlandaskan Demokrasi pancasila, hukum yang sesuai dengan nilai norma yang telah dilegitimasi dalam pancasila dan menjadi KUHP, dan kehidupan sosial yang mengintegrasikan persatuan dan kesatuan, dengan prinsip agama ketuhanan yang maha esa.
Dalam praktiknya, jalannya pemerintahan tidak sejalan dengan azas ideologi Pancasila tersebut, dengan kata lain banyak kesemerawutan yang terjadi, landasan yang telah ada menjadi benang basah yang kusut dan terus diacak-acak dan coba diberdirikan oleh mesin pemerintahan yang mengatasnamakan Demokrasi, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi yang telah jauh diambang bebas dan bahkan nilai demokrasi yang diterapkan itu sesungguhnya telah menghapus nilai demokrasi pancasila yang ada dan kata demokrasi hanya menjadi topeng untuk melancarkan penguasaan eksploitasi bangsa Indonesia.
Politik mercusuar yang dijalankan pada masa demokrasi terpimpin untuk memperlihatkan kekayaan dan harga diri bangsa Indonesia dimata dunia, telah meninggalkan jejak bahwa bangsa ini hidup dari Hutang luar negeri yang besar, dan membiarkan neoliberal dan kapitalisme muncul kepermukaan ibu pertiwi ini. Neoliberalisme yang pada masa pemerintahan Soekarno telah ditentang dan Soekarno yang merupakan seorang tokoh yang paham akan Neoliberalisme dan menjadi seorang anti neoliberal, hingga meneriakkan pada konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung yang menghasilkan dasa sila Bandung, teriakkan itu menjadi awal lahirnya kesadaran bangsa Asia Afrika tentang bejatnya neoliberalisme, dan makna yang benar bahwa “ada Hantu di Amerika, dan hantu itu adalah Neoliberalisme “ yang pernah dikatakan oleh karl Max, dengan lahirnya kesadaran itu nyatanya kita malah membuka diri dan membiarakan ideologi kita terkontaminasi oleh neoliberalisme dengan membentuk politik terbuka yang membiarkan para investor asing untuk menanamkan investasinya dan mengekploitasi kekayaan kita.
Setiap pemerintahan yang menjabat dinegara Ibu pertiwi ini, akan selalu dibayangi oleh setan neoliberalisme, dan sulit untuk melepaskannya, namun setiap pemimpin yang ada di Indonesia ini selalu dijatuhkan oleh mahasiswa.
Renungan korelasi mahasiswa dan pemerintah
Sebagai seorang mahasiswa mengapa kita harus selalu menggunakan demo sebagai alat untuk memprotes pemerintahan??
Secara definisi, demonstrasi atau unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan sebagai sebuah upaya penekan secara politik oleh kepentingan kelompok. Demonstrasi merupakan bentuk peyampaian aspirasi dan komunikasi politik yang legal di negara demokrasi. Hal ini diatur dalam Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945, ‘’setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’.
Walaupun secara kasat mata demokrasi dan demonstrasi merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan. Karena fungsi demonstrasi dalam negara demokrasi seperti yang dianut Indonesia merupakan bentuk kontrol publik dan stake holder terhadap berbagai kebijakan dan kekuasaan yang dijalankan pemerintah. Sehingga dalam negara demokrasi, pemerintah harus menjamin kebebasan masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan membangun komunikasi dengan pemerintah baik dengan melakukan demonstrasi, orasi, teatrikal, dan sebagainya. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, arus demonstrasi mahasiswa telah mencatat prestasi dalam mendobrak dan menggulingkan para diktator.
Demokrasi masih sering sekali disalah artikan oleh para mahasiswa, mereka memaknai kebebasan berpendapat dalam demokrasi dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Sehingga saat mereka melakukan aksi turun jalan menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah yang berseberangan dengan kepentingan rakyat seringkali dilakukan dengan berbagai tindak anarkis, meski mereka datang dengan maksud dan tujuan yang baik.
Apakah kita tidak mampu menciptakan jalan lain untuk menentang pemerintahan tersebut, sebagai seorang kaum terpelajar, tidak selayaknya kita terus menggunakan demo sebagai media untuk memprotes pemerintahan, sebuah hal yang sia-sia, kita berhasil menurunkan satu rezim pemerintahan tapi apa hasilnya akan menjadi lebih baik??
Bukan sebuah alasan jika mahasiswa berkata “daripada lu yang diem aja, mending kita yang ikut kejalan” ungkapan yang benar-benar sebuah sikap yang tidak merepresentasikan seorang intelektual, tukang becak pun mampu untuk berteriak kejalan, buruh tanipun mampu untuk melempari gedung DPR dengan batu, tukang jual sayur pun mampu untuk konvoi dijalan, tapi kita beda, kita tidak seperti itu, kita dididik untuk menjadi patriot, yang mampu menghargai dan mampu menggunakan logika untuk bercermin, bukan dididik untuk menghakimi.
Aku tidak pernah paham dengan apa yang diteriakkan tersebut, jika yang berteriak tersebut adalah sekumpulan mahasiswa yang memiliki intelektual yang hebat, dan memiliki pemahaman atas negaranya, kita yang berdiri membentangkan tangan untuk membela kebenaran dan mengusung pembebasan kebodohan dan kemiskinan, dan manusia yang pro rakyat, dan cinta tanah air, terus menghujat pemerintahan yang salah dengan teriakkan dan bahkan dengan anarkisme, pernah terpikir, apakah yang kita dapatkan selama duduk dibangku sekolah ini tidak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Apakah ada hal yang salah dengan menggunakan rasio untuk memutuskan permasalahan pelik negara ini, mahasiswa menjadi golongan yang menempatkan nilai-nilai moral diatas kekuasaan, dan nilai-nilai moral itu yang akan menuntun pada sebuah pembenaran dan kekuasan tidak akan pernah berdamai dengan moral. Kita bukan orang politik tapi kita paham makna politik, kita bukan orang yang terjerat dalam lumpur kotor yang akan teru menarik seperti sebuah kumpulan lumpur hidup yang akhirnya akan sulit untuk dibersihkan.
Sebagai seorang intelektual yang diharapkan menjadi pioner perjuangan suatu bangsa dalam mencapai cita-cita yang luhur, mahasiswa seharusnya tetap memerankan peran dan posisinya sebagai nafas bangsa. Selama ini mahasiswa dalam pandangan masyarakat dikenal sebagai sosok yang idealis, kritis dan obyekif meski terkadang radikal dan revolusioner. Sehingga dalam hal ini mahasiswa seharusnya menjadi sosok yang mampu berpikir rasional dan kritis yang dibangun berdasarkan sistematika pemikiran dan kajian yang metodis dan sistematis untuk mampu membaca, menganalisis dan memecahkan berbagai problematika yang terjadi di dalam masyarakat.
Seorang mahasiswa, dengan kata lain dalam idealnya harus mampu merumuskan strategi dan metode aksi yang lebih kreatif dan solutif. Namun harapan tinggi terhadap kaum intelektual itu ternyata tak sesuai kenyataan banyak hal miris yang didapat dari aksi itu bahkan mencemarkan nama bik dan citra mahasiswa itu sendiri. Idealnya kita harus mmapu Menularkan dan menjadi pemikir sebuah inovasi baru untuk memperbaiki sistem yang telah dianut, dan mengembalikan ideologi yang telah kalut, karena tujuan kita adalah konservatif dan restoratif yang menjadi dasar pergerakan yang dalam artian keinginan untuk mempertahankan dan untuk mengembalikan nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Jangan jadikan demo sebagai jalan terakhir untuk mencapai gugatan terhadap mosi tidak percaya pemerintah, karena kita mahasiswa adalah nafas bangsa yang memiliki rasional dan bukan strategi politik seperti label kita “agent Of Change”. Maka terapkan label itu menjadi mimipi kita bersama yang diwujudkan dengan cara yang ilmiah dan lebih rasional demi mencapai satu hal yang lebih baik bukan sebuah judgment dan propaganda politik.
Aku cinta tanah air ini, bahkan cintaku lebih besar dibanding cinta kepada kekasihku. Kita mahasiswa yang akan datang ketika bangsa ini dalam sebuah masalah besar dan akan pergi setelah meraih kemenangan, kita bukan orang yang haus kekuasaan dan perut busung penuh dosa, lebih baik perut busung karena lapar daripada perut busung karena hasil sebuah kepikunan dan amoral.
Kita tidak butuh kekuasaan tapi kita ingin sebuah keadilan. Karena kita paham orang yang menjadi pejabat itu adalam kumpulan orang yang bergelar, semoga bangsa ini menjadi lebih baik dengan mahasiswa sebagai nafas bangsa selamanya.
ILMU KOMUNIKASI-FISIP-UNTIRTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar