Demokah Tujuan Akhirmu?
“setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’
bunyi
pasal 28 E UUD 1945, tentang gambaran kebebasn berpikir yang menjadi
landasan bangsa Indonesia dalam menjalankan demokrasi.
Kenapa sebagai seorang mahasiswa kita harus mengkritik pemerintahan melalui demo??
Sudah tidak adakah jalan lain untuk meneriakkan aspirasi?
Dimanakah
kita meletakkan nilai moral yang membedakan kita dengan pemerintah?
Karena Kita adalah komunitas yang selalu memegang teguh nilai moral
diatas kekuasaan,
Apa yang kita dapat dari penurunan rezim dengan demonstrasi itu? Apakah tercipta satu hal yang lebih baik?
Apakah kita seorang politisi apakah sekumpulan mahasiswa?
Belajar
politik dalam sebuah komunitas kecil dan diterapkan dalam lingkaran
setan pemerintahan, apakah sebuah tindakkan benar ketika kita ikut
hanyut dalam pemerintahan tersebut?
Membentuk
organisasi dan menjadikannya seperti sebuah partai politik, apakah ini
bukan hal yang menyamakan diri dengan mencontoh pemerintahan yang saling
sikut untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan?
Lalu bedanya apa dinegara bermain lumpur, di kampus pun lumpur dibawa masuk dengan menjadikan kampus sebagai miniatur negara?
Renungan Diri
Kadang
terpikir dalam benakku tentang pertanyaan-pertanyaan ini, apakah yang
aku lakukan adalah hal yang salah, yang aku inginkan adalah aku memiliki
independensi berpikir, yang tidak perlu orang lain merasa dirugikan
dengan pemikiran ku, kita yang sama-sama berjuang saat memiliki label
mahasiswa untuk menentang kebijakkan pemerintahan, namun tujuan akhir
pendidikkannya adalah menjadi PNS, apakah itu bukan berarti kitapun
mencari hidup dari sebuah kesalahan, lalu apa gunanya berteriak kalau
akhirnya hanyut juga dalam arus pemerintahan.
Sejak
proklamasi kemerdekaan dicetuskan pada 17 Agustus 1945 silam, Bangsa
Indonesia belum bisa merasakan keutuhan kemerdekaan secara esensi dan
substansinya. Keadaan yang menimpa bangsa Indonesia sekarang ini tak
ubahnya mengingatkan kepada sebuah peringatan yang pernah dikatakan oleh
Soekarno, “ hari ini terasa mudah karena melawan penjajah dari
bangsa lain, tapi esok akan terasa sulit karena akan melawan penjajah
dari bangsa sendiri”. Penjajah yang menanamkan kakinya dan
mengepakkan sayapnya melalui mesin politik dan diskriminasi hukum,
dicapai dengan alat undi Pemilu.
Sejarah perjuangan bangsa
Tidak
banyak mahasiswa yang paham akan makna sejarah perjuangan bangsa, tidak
banyak mahasiswa yang peduli akan besarnya nilai sejarah dalam bangsa
Indonesia ini, pada masa lampau perjuangan bangsa Indonesia menggunakan
alat yaitu organisasi, dimulai dengan berdirinya Budi Utomo pada 20 mei
1908, dan kemudian berdiri banyak organisasi yang bersifat kedaerahan,
hingga tercetusnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928, dengan
adanya sumpah pemuda ini, kita telah mengakui bangsa, bahasa, dan tanah
air kita sebagai yang satu dan akan tetap kita junjung sampai kita
menitikan titik darah terakhir, dan akan berada pada barisan terdepan
ketika bangsa ini direndahkan oleh bangsa lain.
Para
pemuda itu yang memberikan semangat yang membara dalam perjuangannya
untuk mencapai kemerdekaan, yang menjadi jembatan emas mencapai
kesejahteraan, kemerdekaan bukan sebuah finis perjuangan kita, tapi
sebuah jembatn untuk mencapai bangsa yang berdaulat dan mandiri dengan
faham yang berlandaskan pada azas Pancasila.
Setelah
bangsa Indonesia merdeka, alat yang digunakan bukan lagi organisasi
namun sebuah negara, yang akan menjadi rumah bagi semua penghuninya, dan
rumah itu yang akan dijadikan alat untuk berkoar dalam tataran
internasional dan menyediakan kesejahteraan pada masyarakatnya sesuai
cita-cita bangsa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 “
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan ikut dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
Pancasila” . para pejuang proklamasi pada masa itu berjuang untuk
menciptakan sebuah faham atau ideologi yang sesuai dengan keadaan bangsa
Indonesia, hingga terbentuklah Pancasila sebagai landasan bangas
Indonesia, yang diambil dari unsur-unsur nilai budaya, etnik, ras, agama
dan norma yang berlaku di Indonesia yang beraneka ragam dengan slogan
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Dengan
adanya sebuah peristiwa seperti ini, hal ini menyatakan bahwa bangsa
Indonesia telah menggunakan satu ideologi yang benar-benar utuh dari
nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri, jadi apa yang dijadikan landasan
kebijakkan negara seharusnya adalah kebijakkan yang sesuai dengan
keadaan masyarakat Indonesia, dan tetap berhaluan pada kesejahteraan
rakyat secara adil dan merata, dengan prinsip ekonomi kerakyatan,
politik yang berlandaskan Demokrasi pancasila, hukum yang sesuai dengan
nilai norma yang telah dilegitimasi dalam pancasila dan menjadi KUHP,
dan kehidupan sosial yang mengintegrasikan persatuan dan kesatuan,
dengan prinsip agama ketuhanan yang maha esa.
Dalam
praktiknya, jalannya pemerintahan tidak sejalan dengan azas ideologi
Pancasila tersebut, dengan kata lain banyak kesemerawutan yang terjadi,
landasan yang telah ada menjadi benang basah yang kusut dan terus
diacak-acak dan coba diberdirikan oleh mesin pemerintahan yang
mengatasnamakan Demokrasi, demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi
yang telah jauh diambang bebas dan bahkan nilai demokrasi yang
diterapkan itu sesungguhnya telah menghapus nilai demokrasi pancasila
yang ada dan kata demokrasi hanya menjadi topeng untuk melancarkan
penguasaan eksploitasi bangsa Indonesia.
Politik
mercusuar yang dijalankan pada masa demokrasi terpimpin untuk
memperlihatkan kekayaan dan harga diri bangsa Indonesia dimata dunia,
telah meninggalkan jejak bahwa bangsa ini hidup dari Hutang luar negeri
yang besar, dan membiarkan neoliberal dan kapitalisme muncul kepermukaan
ibu pertiwi ini. Neoliberalisme yang pada masa pemerintahan Soekarno
telah ditentang dan Soekarno yang merupakan seorang tokoh yang paham
akan Neoliberalisme dan menjadi seorang anti neoliberal, hingga
meneriakkan pada konferensi Asia Afrika yang digelar di
Bandung yang menghasilkan dasa sila Bandung, teriakkan itu menjadi awal
lahirnya kesadaran bangsa Asia Afrika tentang bejatnya neoliberalisme,
dan makna yang benar bahwa “ada Hantu di Amerika, dan hantu itu adalah Neoliberalisme “
yang pernah dikatakan oleh karl Max, dengan lahirnya kesadaran itu
nyatanya kita malah membuka diri dan membiarakan ideologi kita
terkontaminasi oleh neoliberalisme dengan membentuk politik terbuka yang
membiarkan para investor asing untuk menanamkan investasinya dan
mengekploitasi kekayaan kita.
Setiap
pemerintahan yang menjabat dinegara Ibu pertiwi ini, akan selalu
dibayangi oleh setan neoliberalisme, dan sulit untuk melepaskannya,
namun setiap pemimpin yang ada di Indonesia ini selalu dijatuhkan oleh
mahasiswa.
Renungan korelasi mahasiswa dan pemerintah
Sebagai seorang mahasiswa mengapa kita harus selalu menggunakan demo sebagai alat untuk memprotes pemerintahan??
Secara
definisi, demonstrasi atau unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang
dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum. Unjuk rasa biasanya
dilakukan untuk menyatakan pendapat kelompok tersebut atau penentang
kebijakan yang dilaksanakan suatu pihak atau dapat pula dilakukan
sebagai sebuah upaya penekan secara politik oleh kepentingan kelompok.
Demonstrasi merupakan bentuk peyampaian aspirasi dan komunikasi politik
yang legal di negara demokrasi. Hal ini diatur dalam Pasal 28 E ayat (3)
UUD 1945, ‘’setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’’.
Walaupun
secara kasat mata demokrasi dan demonstrasi merupakan suatu kesatuan
yang tak terpisahkan. Karena fungsi demonstrasi dalam negara demokrasi
seperti yang dianut Indonesia merupakan bentuk kontrol publik dan stake
holder terhadap berbagai kebijakan dan kekuasaan yang dijalankan
pemerintah. Sehingga dalam negara demokrasi, pemerintah harus menjamin
kebebasan masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan membangun komunikasi
dengan pemerintah baik dengan melakukan demonstrasi, orasi, teatrikal,
dan sebagainya. Dalam catatan sejarah bangsa Indonesia, arus demonstrasi
mahasiswa telah mencatat prestasi dalam mendobrak dan menggulingkan
para diktator.
Demokrasi
masih sering sekali disalah artikan oleh para mahasiswa, mereka
memaknai kebebasan berpendapat dalam demokrasi dengan kebebasan yang
sebebas-bebasnya. Sehingga saat mereka melakukan aksi turun jalan
menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan pemerintah yang berseberangan
dengan kepentingan rakyat seringkali dilakukan dengan berbagai tindak
anarkis, meski mereka datang dengan maksud dan tujuan yang baik.
Apakah
kita tidak mampu menciptakan jalan lain untuk menentang pemerintahan
tersebut, sebagai seorang kaum terpelajar, tidak selayaknya kita terus
menggunakan demo sebagai media untuk memprotes pemerintahan, sebuah hal
yang sia-sia, kita berhasil menurunkan satu rezim pemerintahan tapi apa
hasilnya akan menjadi lebih baik??
Bukan
sebuah alasan jika mahasiswa berkata “daripada lu yang diem aja,
mending kita yang ikut kejalan” ungkapan yang benar-benar sebuah sikap
yang tidak merepresentasikan seorang intelektual, tukang becak pun mampu
untuk berteriak kejalan, buruh tanipun mampu untuk melempari gedung DPR
dengan batu, tukang jual sayur pun mampu untuk konvoi dijalan, tapi
kita beda, kita tidak seperti itu, kita dididik untuk menjadi patriot,
yang mampu menghargai dan mampu menggunakan logika untuk bercermin,
bukan dididik untuk menghakimi.
Aku
tidak pernah paham dengan apa yang diteriakkan tersebut, jika yang
berteriak tersebut adalah sekumpulan mahasiswa yang memiliki intelektual
yang hebat, dan memiliki pemahaman atas negaranya, kita yang berdiri
membentangkan tangan untuk membela kebenaran dan mengusung pembebasan
kebodohan dan kemiskinan, dan manusia yang pro rakyat, dan cinta tanah
air, terus menghujat pemerintahan yang salah dengan teriakkan dan bahkan
dengan anarkisme, pernah terpikir, apakah yang kita dapatkan selama
duduk dibangku sekolah ini tidak dapat mengaplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat. Apakah ada hal yang salah dengan menggunakan rasio untuk
memutuskan permasalahan pelik negara ini, mahasiswa menjadi golongan
yang menempatkan nilai-nilai moral diatas kekuasaan, dan nilai-nilai
moral itu yang akan menuntun pada sebuah pembenaran dan kekuasan tidak
akan pernah berdamai dengan moral. Kita bukan orang politik tapi kita
paham makna politik, kita bukan orang yang terjerat dalam lumpur kotor
yang akan teru menarik seperti sebuah kumpulan lumpur hidup yang
akhirnya akan sulit untuk dibersihkan.
Sebagai
seorang intelektual yang diharapkan menjadi pioner perjuangan suatu
bangsa dalam mencapai cita-cita yang luhur, mahasiswa seharusnya tetap
memerankan peran dan posisinya sebagai nafas bangsa. Selama ini
mahasiswa dalam pandangan masyarakat dikenal sebagai sosok yang idealis,
kritis dan obyekif meski terkadang radikal dan revolusioner. Sehingga
dalam hal ini mahasiswa seharusnya menjadi sosok yang mampu berpikir
rasional dan kritis yang dibangun berdasarkan sistematika pemikiran dan
kajian yang metodis dan sistematis untuk mampu membaca, menganalisis dan
memecahkan berbagai problematika yang terjadi di dalam masyarakat.
Seorang
mahasiswa, dengan kata lain dalam idealnya harus mampu merumuskan
strategi dan metode aksi yang lebih kreatif dan solutif. Namun harapan
tinggi terhadap kaum intelektual itu ternyata tak sesuai kenyataan
banyak hal miris yang didapat dari aksi itu bahkan mencemarkan nama bik
dan citra mahasiswa itu sendiri. Idealnya kita harus mmapu Menularkan
dan menjadi pemikir sebuah inovasi baru untuk memperbaiki sistem yang
telah dianut, dan mengembalikan ideologi yang telah kalut, karena tujuan
kita adalah konservatif
dan restoratif yang menjadi dasar pergerakan yang dalam artian
keinginan untuk mempertahankan dan untuk mengembalikan nilai-nilai yang
telah ada sebelumnya. Jangan jadikan demo sebagai jalan terakhir untuk
mencapai gugatan terhadap mosi tidak percaya pemerintah, karena kita
mahasiswa adalah nafas bangsa yang memiliki rasional dan bukan strategi
politik seperti label kita “agent Of Change”. Maka terapkan label itu
menjadi mimipi kita bersama yang diwujudkan dengan cara yang ilmiah dan
lebih rasional demi mencapai satu hal yang lebih baik bukan sebuah
judgment dan propaganda politik.
Aku cinta tanah air ini, bahkan cintaku lebih besar dibanding cinta kepada kekasihku. Kita
mahasiswa yang akan datang ketika bangsa ini dalam sebuah masalah besar
dan akan pergi setelah meraih kemenangan, kita bukan orang yang haus
kekuasaan dan perut busung penuh dosa, lebih baik perut busung karena
lapar daripada perut busung karena hasil sebuah kepikunan dan amoral.
Kita
tidak butuh kekuasaan tapi kita ingin sebuah keadilan. Karena kita
paham orang yang menjadi pejabat itu adalam kumpulan orang yang
bergelar, semoga bangsa ini menjadi lebih baik dengan mahasiswa sebagai
nafas bangsa selamanya.